kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Utang Duniatex membengkak, bank tambah provisi


Senin, 18 November 2019 / 20:50 WIB
Utang Duniatex membengkak, bank tambah provisi
ILUSTRASI. Duniatex adalah produsen tekstil terbesar di Indonesia. Duniatex memperluas operasi tenunnya pada tahun 1998 dengan mendirikan PT. Dunia Sandang Abadi dan PT. Delta Merlin Dunia Tekstil. Bersamaan dengan meningkatnya permintaan produk kain kami, maka Duni


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Total utang enam entitas Duniatex Group dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mencapai Rp 22,36 triliun yang berasal dari 144 kreditur. Nilai ini lebih besar dari laporan Debtwire pada 25 Juli 2019 lalu yang mengutip laporan keuangan pada kuartal I-2019 dengan total utang senilai Rp 18,61 triliun.

Total tagihan Duniatex Group dalam PKPU senilai Rp 22,36 triliun berasal dari 144 kreditur. Perinciannya 58 kreditur separatis (dengan jaminan) dengan nilai tagihan Rp 21,72 triliun, ditambah 86 kreditur konkuren (tanpa jaminan) Rp 641,06 miliar.

Baca Juga: Wow, utang Duniatex mencapai Rp 22,4 triliun dari 144 kreditur

Sejumlah bank yang menjadi kreditur Duniatex juga mencatatkan peningkatan eksposur kredit dari yang didafarkan dengan laporan Debtwire tersebut. Misalnya PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) yang mencatat kenaikan eksposur dari laporan Debtwire dengan nilai tagihan yang didaftarkan dalam PKPU.

Kuasa Hukum CIMB Niaga Imran Nating menyatakan kepada KONTAN pihaknya telah mendaftarkan tagihan dalam PKPU senilai Rp 367 miliar. Sementara dalam laporan Debtwire, eksposur kredit perseroan senilai Rp 136 miliar.

Terkait hal ini, Direktur Perbankan Bisnis Bank CIMB Niaga Rahardja Alhamzah enggan banyak berkomentar. Ia cuma menjelaskan bahwa pihaknya telah membuat pencadangan yang cukup terhadap eksposur kreditnya ke Duniatex.

Baca Juga: Verifikasi tagihan rampung, utang Duniatex capai Rp 22,4 triliun

“Soal Duniatex saya tidak bisa bicara spesifik, biarkan proses (hukum) yang sedang berjalan. Yang jelas biaya provisi secara keseluruhan meningkat, seperti yang sudah dijelaskan tadi,” katanya usai Public Expose di Jakarta, Senin (18/11).

Dari presentasi yang dipaparkan, beban provisi perseroan memang tercatat meningkat 6,8% (yoy), dari Rp 2,32 triliun pada September 2018 menjadi Rp 2,46 triliun pada September 2019.

Hal serupa juga terjadi di PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dari laporan Debtwire eksposur kredit bank berlogo pita emas ini senilai Rp 1,50 triliun, sementara dalam PKPU perseroan mendaftarkan tagihan senilai Rp 2,2 triliun.

Baca Juga: Pengadilan New York berikan perlindungan hukum untuk Duniatex

Sebelumnya kepada Kontan.co.id, Direktur Manajamen Resiko Bank Mandiri Achmad Siddik Badruddin menyatakan bahwa pihaknya juga telah menyiapkan biaya pencadangan dan provisi terhadap eksposur kreditnya.

“Biaya provisi dibentuk secara gradual, sampai akhir tahun, atau Januari tahun depan setidaknya sekitar 60%-70% yang kita siapkan. Lebih dari cukup, karena kami juga punya agunan,” kata Siddik.

Ada pula bank pelat merah lainnya yaitu PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dilaporkan dalam riset Mirae Asset Sekuritas pada 21 Oktober 2019 lalu punya eksposur hingga Rp 500 miliar.

Nilai ini juga meningkat dibandingkan yang diumumkan perseroan pada Juli 2019 lalu senilai Rp 459 miliar.

Baca Juga: Menyoroti gagal bayar Duniatex, jadi lampu kuning pinjaman korporasi?

Mirae Asset juga menyatakan bahwa bank berlogo angka 46 ini juga telah meningkatkan biaya provisi terhadap eksposurnya kepada Duniatex menjadi 26%.

Ini seiring dengan meningkatkan status kredit Duniate Group yang kini berada di level kolektibilitas dua alias special mention loan.

Sayangnya, Direktur Bisnis Korporasi BNI Putrama Wahju Setyawan yang dihubungi KONTAN untuk diminta konfirmasinya belum merespon pertanyaan hingga berita ini turunkan.

Selain itu ada pula bank yang sebelumnya tak tercatat dalam laporan Debtwire juga ikut mendaftarkan tagihannya dalam PKPU Duniatex yaitu PT Bank International Nobu Tbk (NOBU).

“Betul kami telah mendaftarkan tagihan senilai Rp 88 miliar dalam PKPU Duniatex,” kata Kuasa Hukum Bank Nobu Sarmauli SImangunsong dari Kantor Hukum Nindyo & Associates kepada KONTAN.

Sementara sumber KONTAN membisikan dalam PKPU, pemilik tagihan terbesar berasal dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) alias Indonesian Eximbank yang mendaftarkan tagihan hingga Rp 3,1 triliun.

Nilai ini tak berbeda jauh dari pengumuman perusahaan di Bursa Efek Indonesia pada Juli lalu yang menyatakan punya eksposur piutang Rp 3,04 triliun.

Kemudian ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan entitas anaknya yaitu PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) yang disebutnya punya mendaftar total tagihan Rp 2,25 triliun. Dalam laporan Debtwire BRI sebelumnya tercatat punya eksposur Rp 1,3 triliun, dan BRI Syariah senilai Rp 179 miliar.

Protes Pemegang Obligasi

Selain perbankan, sejumlah pemegang obligasi yang diterbitkan entitas Duniatex yaitu PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT) juga telah mendaftarkan tagihannya.

Marx Andriyan dari Kantor Hukum Marx & Co yang merupakan kuasa hukum dari 8 pemegang obligasi menyatakan telah mendaftarkan tagihan lebih dari Rp 1 triliun.

Sebagai informasi, DMDT menerbitkan obligasi global senilai US$ 300 juta atau setara Rp 4,26 triliun dengan kupon 8,625% pada Maret lalu. September lalu, DMDT dalam pengumumannya di Bursa Singapura telah menyatakan tak mampu membayar bunga obligasinya.

Terkait proses PKPU, Marx bilang pihaknya telah meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang agar pemungutan suara terkait persetujuan rencana restrukturisasi dilakukan masing-masing entitas Duniatex dalam PKPU alih-alih dilakukan serempak.

Asal tahu, dalam perkara PKPU ini ada enam dentitas Duniatex yaitu DMDT, PT Delta Dunia Textile (DDT), PT Delta Merlin Sendang Textile (DMST), PT Delta Dunia Sandang Textile (DDST), PT Dunia Setia Sandang Asli Textile (DSSAT), PT Perusahaan Dagang dan Perindustrian Damai alias Damaitex.

“Hubungan hukum kami hanya kepada DMDT, tidak kepada entitas Duniatex lainnya. Kalau voting dilakukan dijadikan satu atas enam debitur, maka keputusannya juga akan berlaku satu, padahal ini enam subjek hukum yang berbeda. itu bisa merugikan kami,” kata Marx.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×