Reporter: Roy Franedya | Editor: Edy Can
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tengah memverifikasi data-data komponen suku bunga dasar kredit (SBDK) yang dilaporkan perbankan. Pengecekan ini untuk mencari tahu penyebab utama fluktuasi SBDK di beberapa bank selama tiga bulan terakhir.
Sejak bank mulai mempublikasikan SBDK pada 31 Maret 2011, pergerakan SBDK terbilang aneh. Pada suatu ketika SBDK menurun drastis, tapi beberapa pekan kemudian menanjak lagi. Padahal, naik turunnya SBDK ini tidak terlalu berkorelasi dengan bunga kredit. Jika BI tidak segera mencari tahu penyebabnya, kondisi ini bisa membingungkan nasabah.
Seorang petinggi BI mengatakan, salah satu masalah yang hendak ditelusuri adalah, tingkat akurasi bank dalam mengisi formulir SBDK. Apakah bank sudah memasukkan semua perhitungan, atau ada yang belum dilaporkan. "Verifikasi mulai dari pos-pos biaya yang dimasukkan ke formulir, hingga ke biaya riil yang dikeluarkan perbankan selama penerapan aturan SBDK," ujar si pejabat, yang minta namanya dirahasiakan, Jumat (8/7).
Verifikasi menghabiskan waktu paling cepat tiga bulan. Proses ini kelak akan mengungkapkan, apakah data yang disampaikan bank sudah benar atau ada yang sengaja tak dilaporkan.
Tapi, bank sentral belum memberi sanksi bagi yang berbuat salah. "BI hanya akan meminta bankir mengganti, karena penerapan SBDK masih baru, wajar ada kesalahan," tambahnya.
Sejauh ini, BI sudah memanggil beberapa bank untuk menjelaskan kembali cara perhitungan komponen SBDK. "Pemanggilan sejak dua atau satu pekan lalu. Satu persatu menghadap," ujar si pejabat.
SBDK naik itu wajar
Informasi saja, SBDK adalah perhitungan dari tiga komponen. Yakni, biaya dana, biaya operasional dan marjin. SBDK belum memperhitungan premi risiko, karena kondisi nasabah berbeda-beda. Bunga kredit adalah penjumlahan SBDK plus premi risiko.
Wakil Direktur Utama CIMB Niaga, Chaterine Hadiman mengatakan, kesalahan perhitungan SBDK mungkin saja terjadi karena ada pos-pos yang masih abu-abu. Misalnya, hadiah-hadiah yang diberikan bank, belum jelas apakah masuk biaya promosi atau masuk pos tertentu. "Karena masih baru jadi wajar ada kesalahan dalam interpretasi dari form-form tersebut," ujarnya.
Salah satu bank yang mengalami kenaikan SBDK - di kredit konsumsi non-KPR- adalah Bank BNI. Direktur Konsumer BNI, Darmadi Sutanto menjelaskan, kenaikan itu lantaran tingginya premi risiko kredit tanpa agunan (KTA). Itu sebabnya, SBDK non-KPR lebih tinggi ketimbang SBDK KPR. "Karena di non-KPR ada KTA, dia bunganya relatif lebih tinggi dibandingkan KPR. Risikonya juga lebih tinggi," ujarnya.
Executive Vice President Product Development BNI, Diah Sulianto menambahkan, naiknya SBDK terbilang wajar. "SBDK itu, kan, baru pertama bagi kami bank. Jadi wajar kalau mengalami perubahan," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News