Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tak menghambat laju pertumbuhan bisnis perbankan syariah. Salah satunya Bank Bukopin Syariah. Anak usaha Bank Bukopin ini bahkan mencatatkan pertumbuhan laba yang terbilang fantastis.
Per September 2015, berdasarkan laporan keuangan perseroan, Bank Syariah Bukopin berhasil meraup laba hingga Rp 25,197 miliar. Bahkan per Oktober 2015, BSB berhasil mencatatkan perolehan laba mencapai Rp 30 miliar.
Angka ini mengalami pertumbuhan hingga 212,69% dibandingkan periode sama tahun 2014 yang hanya Rp 8,058 miliar.
Riyanto, Direktur Utama Bukopin Syariah mengungkapkan, perolehan laba tersebut ditopang oleh pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan perseroan selama sembilan bulan pertama tahun 2015 ini.
Per September 2015, pembiayaan BSB tumbuh 12,67% menjadi Rp 4,012 triliun dibanding periode yang sama tahun 2014 lalu yang sebesar Rp 3,561 triliun.
Riyanto menuturkan, sektor penyumbang pembiayaan terbesar di BSB masih ditopang oleh sektor pendidikan dan kesehatan, yang merupakan core bisnis perseroan. Selain itu, sektor perdagangan, jasa perhotelan serta transportasi turut menunjang pertumbuhan pembiayaan BSB sepanjang tahun bershio kambing kayu ini.
Menurut Riyanto, memasuki kuartal IV-2015, sektor-sektor tersebut masih menunjang pertumbuhan pembiayaan perseroan. Sampai dengan akhir tahun, perseroan memperkirakan pertumbuhan pembiayaan mencapai Rp 4,4 triliun.
"Kualitas pembiayaan tetap terjaga, meski ada beberapa sektor yang tertekan. Tahun ini masih berat karena ekonomi global masih belum pulih dan ekonomi lokal terpengaruh. NPF (non performing financing/ rasio pembiayaan bermasalah) masih terjaga di level 2,3%," kata Riyanto di Jakarta, Kamis (5/11).
Pertumbuhan pembiayaan ini juga diimbangi oleh peningkatan raihan dana pihak ketiga (DPK) yang didapat perseroan. Per September 2015, DPK yang berhasil diraih BSB tumbuh 25,76% menjadi Rp 4,33 triliun dibanding periode yang sama tahun 2014 kemarin yang sebesar Rp 3,44 triliun.
Dengan berimbangnya pertumbuhan pinjaman dan simpanan ini, BSB dapat menjaga rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio di level 95%.
Pertumbuhan pembiayaan dan DPK ini mendorong peningkatan aset perseroan sebesar 10,94% sepanjang triwulan III-2015. Sampai dengan akhir kuartal III-2015, BSB berhasi membukukan aset mencapai Rp 5,31 triliun. Angka ini tumbuh dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 4,79 triliun.
Lebih lanjut Riyanto menambahkan, sampai dengan akhir tahun 2015 ini, perseroan menargetkan peningkatan aset menjadi Rp 6 triliun. Riyanto bilang, target ini melebihi proyeksi awal perseroan yang tertuang dalam rencana bisnis bank (RBB) sepanjang 2015.
"RBB kami di bawah realisasi, karena proyeksi awal kami tahun 2015 ini masih berat lantaran tekanan perlambatan pertumbuhan ekonomi masih kuat," ucap Riyanto.
Peningkatan aset ini ditunjang oleh pendapatan perseroan yang juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan total pendapatan, didominasi oleh fee based income yang menyumbang porsi hingga 40%.
Riyanto menyebutkan, fee based income BSB paling besar berasal dari bank guarantee dan juga fasilitas pembayaran tagihan baik listrik, PAM, telepon (PPOB). Sisanya didapat dari jasa pembayaran biaya pendidikan, jasa pembiayaan, jasa transaksi personal bank seperti kliring serta jasa administrasi.
Jelang tutup tahun ini, menurut Riyanto, permintaan pembiayaan masih tinggi. Namun pihaknya tetap harus ekstra hati-hati karena saat ini beberapa sektor bidang usaha tertentu mengalami tekanan.
Riyanto menyebutkan, bidang usaha seperti komoditas, pertambangan, pertanian dan sawit sudah terkena pengaruh perlambatan permintaan komoditas. Saat ini, perlambatan permintaan pembiayaan pun telah merambah sektor konsumer seperti KPR dan industri perakitan mobil.
Pengaruh penurunan daya beli yang mencapai 10%-20% ini turut mempengaruhi permintaan kredit maupun pembiayaan industri perbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News