Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna mewujudkan visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 Bank Indonesia (BI) mendorong kerja sama antara perbankan dengan fintech. Hal ini bertujuan agar ekonomi digital bisa mendukung pertumbuhan perekonomian nasional.
Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Nuryanti menyatakan bentuk kerja sama yang tertuang dalam visi SPI ini adalah open banking. Hal ini akan diwujudkan lewat interlink antara fintech dengan perbankan guna menghindari risiko shadow banking.
Baca Juga: Bank BUKU 4 ramai-ramai ajukan izin kerja sama dengan Alipay dan WeChat Pay ke BI
Hal ini akan memungkinkan terjadinya saling integrasi antara application programming interface (API) atau pengaturan teknologi digital antar perbankan dan fintech.
“Institusi keuangan terbesar masih ada di perbankan yang sangat tinggi pengawasannya. Sehingga fintech bisa mendekat dan berkembang, sebab kita tidak bisa menahan laju teknologi. Namun pengelolaan dana fintech harus dikelola oleh perbankan,” ujar Ida kepada Kontan.co.id pada Rabu (16/10).
Ia melanjutkan fintech tidak bisa melayani masyarakat sendiri. Oleh sebab itu, BI melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik telah mengatur interlink ini. Dalam belied ini Ida menyebut 100% dana mengambang atau floating fund masyarakat yang berada di fintech diatur penempatannya.
“Sebanyak 30% harus di taruh di bank Bank BUKU IV. Sebab floating fund ini harus siap ditarik kapan pun oleh masyarakat ketika mereka membutuhkannya. Sisanya 70%, apakah boleh digunakan untuk operasional? Tentu saja tidak. Mereka harus menempatkan di surat berharga negara atau surat berharga yang diterbitkan oleh bank Indonesia,” jelas Ida.
Baca Juga: Penyaluran kredit Bank Jatim tumbuh 14,07% di kuartal ketiga tahun ini
Artinya 100% floating fund dari kegiatan usaha uang elektronik harus masuk ke sistem bank atau interlink. Ida menyebut, fintech saat ini bisa menyediakan teknologi. Tetapi bagaimana teknologi tersebut digunakan katakanlah untuk transfer dana, maka proses settlement harus menggunakan bank.
“Mereka tidak boleh sendiri. Itulah bentuk interlink, dimana fintech tidak bisa lepas sendirian melakukan kegiatan intermediasi seperti bank mengelola uang. Ini yang kita namakan interlink,” tutur Ida.