Reporter: Astri Kharina Bangun |
JAKARTA. Kesehatan bank terus menjadi perhatian Bank Indonesia (BI). Bank sentral mengimbau bahwa kalangan industri tak perlu khawatir menghadapi pemberlakuan Basel III pada 2019.
"Tidak perlu galau sebab pada dasarnya Basel III ini kembali ke dasar. Bukan kelanjutan dari yang sebelumnya. Kalau diberlakukan sekarang saja sebetulnya kita sudah bisa tapi belum waktunya," ujar Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad, Senin (14/5).
Ia menambahkan, pemberlakuan Basel III nantinya akan menguntungkan Indonesia karena cocok diterapkan di negara yang industri perbankannya belum sophisticated.
Basel III mendefinisikan ulang real capital yang betul-betul modal. Aturan modal menjadi tradisional karena yang diperhatikan adalah instrumen yang mendasar di mana modal hibrid tidak diperkenankan.
"Indonesia belum masuki environment Basel III. Akhir tahun ini, Indonesia baru akan melengkapi environment Basel II," kata Muliaman.
Basel III seperti halnya Basel I dan II dikeluarkan oleh Bank of International Settlements (BIS) yang bermarkas pusat di Basel, Swiss. Basel III bertujuan memperkuat pengawasan dan manajemen risiko perbankan, sekaligus menjadi penahan dari guncangan di sektor keuangan dan ekonomi.
Basel III mengatur rasio minimum (tier I) naik menjadi 6% dari sebelumnya 4%. Common Equity atau core tier 1 naik bertahap dari 2% menjadi 4,5%.
Capital conservation buffer atau modal yang dapat ditarik untuk menyerap kerugian dinaikkan menjadi 2,5% sedangkan countercyclical capital buffer (CCB) menjadi 2,5% dari common equity. Bila CCB kurang dari 2,5%, bank dilarang membagi dividen, pembelian kembali saham dan bonus.
Sementara dari sisi CAR, Basel III masih sama dengan ketentuan sebelumnya, yakni minimal 8%. Namun, bila bank ingin membagi dividen, share buyback bonus dan mitigasi risiko, CAR minimal harus 13%.
"Dari sisi kapasitas equity dan aset industri perbankan kita masih besar untuk menghadapi Basel III," pungkas Muliaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News