Reporter: Umi Kulsum | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan angka kredit macet industri financial technology (fintech) berbasis peer to peer (P2P) lending akan berada di bawah 2% pada tahun ini. Angka tersebut diperkirakan masih jauh dari rata-rata ambang batas non-performing loan (NPL).
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, hingga akhir Desember 2017, rasio pinjaman bermasalah di atas 90 hari industri fintech lending mencapai 0,99%. Angka kredit macet tersebut meningkat dibanding posisi akhir Desember 2016 yang tercatat mencapai 0,60%.
Sementara, rasio pinjaman tidak lancar di rentang 30 hari sampai 90 hari juga meningkat dari posisi akhir 2016 mencapai 0,46% berubah ke level 3,94% di akhir tahun 2017 lalu. Lalu, rasio pinjaman lancar sampai dengan 30 hari turun tipis dari posisi semula 98,94% ke posisi 95,08%.
"Proyeksi NPL tidak lebih dari 2%. Sementara batas ambang toleransi atau treshold sekitar 8% dan masih sangat jauh dari batas ambang maksimal," ujar Hendrikus kepada Kontan.co.id, Senin (15/1).
Menurut Hendrikus, batas ambang maksimal tersebut dihitung berdasarkan formulasi atau perhitungan rata-rata lingkungan industri fintech P2P lending. Basis formulanya ialah, manfaat ekonomi yang diperoleh lender harus mampu menutupi biaya Inflasi, biaya collection dan kerugian karena NPL.
"Dari pendekatan inilah formula menghasilkan perhitungan treshold NPL Industri. Dengan demikian, nilai ambang batas NPL merefleksikan kinerja makro dan mikro ekonomi industri," tutur dia.
Sementara, dari sisi pendanaan, Hendrikus memprediksi tahun ini akan meningkat menjadi Rp 5 triliun sampai Rp 10 triliun. Hingga akhir Desember 2017, realisasi pendanaan fintech lending telah mencapai Rp 2,56 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News