Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Manulife Investor Sentiment Index (MISI) melansir, lebih dari 50% masyarakat Indonesia belum merencanakan masa pensiun. Akibatnya, masyarakat ini terancam miskin di hari tua mereka.
Nur Hasan Kurniawan, Chief of Employee Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia mengatakan, lebih dari tiga perempat investor optimis dapat mempertahankan gaya hidup mereka saat ini pada masa pensiun kelak. Sayangnya, optimisme ini tidak didukung dengan tindakan nyata. Faktanya, hanya 43% masyarakat yang sudah menyiapkan perencanaan pensiunnya.
“Hal ini semakin diperparah dengan fakta hanya 22% yang mengikuti program pensiun wajib. Angka ini terendah di Asia, yang rata-rata berkisar 67%. Apalagi, masyarakat Indonesia juga tidak tertarik untuk membeli program pensiun tambahan sebagai alternatif. Hanya 15% masyarakat memiliki program pensiun dari institusi swasta,” ujarnya, Kamis (25/9).
Sebetulnya, optimisme semu masyarakat ini bercermin pada pandangan mereka mengenai investasi pada umumnya. Berdasarkan temuan terakhir, sentimen positif terhadap investasi meningkat 9 poin menjadi 57 poin. Ini menjadikan Indonesia negara paling optimis setelah Filipina dan jauh melewati rata-rata negara di Asia yang hanya 24 poin.
Sayangnya lagi, meski sentimennya positif, masyarakat Indonesia masih enggan berinvestasi pada instrumen pasar modal yang sebenarnya dapat memberikan imbal hasil lebih baik, seperti saham, pendapatan tetap dan reksa dana. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih memilih instrumen investasi tradisional, seperti tabungan dan properti.
Tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia memang masih memprihatikan. Riset yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut, indeks literasi keuangan masyarakat baru 21,8%. Itu berarti, dari 240 juta jiwa, baru 52 juta jiwa yang paham tentang industri keuangan dan produk jasa keuangan.
Hasil riset OJK juga melansir, pemahaman paling rendah terdapat di pasar modal, yakni 0,11%, dan sisanya hampir merata di sektor perasuransian 11,81%, pembiayaan 6,33%, pegadaian 5,04%, serta dana pensiun 1,53%.
Menurut Agus Sugiarto, Direktur Literasi dan Informasi OJK, belum meratanya pemahaman keuangan masyarakat menjadi penyebab belum meratanya tingkat utilitas keuangan. “Tingkat utilitas keuangan rendah karena tingkat literasi keuangannya pun masih rendah, tercermin dari separuh responden yang tidak memiliki perencanaan pensiun,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News