Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyebut program asuransi wajib untuk kendaraan atau third party liability (TPL) sedang dikaji oleh Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). AAUI juga tengah mendiskusikan asuransi wajib dengan berbagai pihak, seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Korlantas, dan industri asuransi.
Mengenai hal itu, Ketua Umum AAUI Budi Herawan menyampaikan program asuransi tersebut tidak ada tumpang tindih dengan skema yang diterapkan BPJS. Dia bilang asuransi wajib menerapkan skema yang berbeda.
"Sebab, asuransi wajib itu nantinya lebih kepada tanggung jawab oleh pihak ketiga, khususnya terhadap harta benda yang diakibatkan dari kelalaian si pengemudi mobil. Intinya itu," ungkapnya dalam konferensi pers, Senin (22/7).
Baca Juga: ACPI Sebut Bakal Ikuti Peraturan Pemerintah Terkait Besaran Premi Asuransi Wajib
Budi menerangkan jika dilihat statistiknya, memang banyak sekali kejadian kecelakaan. Contohnya, kendaraan niaga, truk, hingga bus itu menabrak warung dan menyebabkan warung tersebut rusak. Dia bilang selama ini tak ada yang bertanggung jawab.
Menurutnya, dengan asuransi tersebut, tentunya nanti pihak yang dirugikan akan mendapat sejumlah ganti rugi sesuai dengan kesepakatan di awal, yang mana saat ini masih disosialisasikan besaran pertanggungannya.
"Tentu beda, jadi clear sehingga tak ada tumpang tinggi dan tak ada double insurance," ujarnya.
Terkait potensi klaim asuransi wajib, Budi menerangkan pihaknya tak memungkiri dalam proses itu harus menggunakan sistem digitalisasi. Hal itu sesuai dengan demografi Indonesia yang sangat luas.
"Kami akan menggunakan sistem dan menggunakan artificial intelligence (AI) juga. Hal itu sudah diterapkan oleh negara-negara lain seperti China, Korea, hingga Jepang. Indonesia juga sudah mulai belajar dari mereka," katanya.
Budi mengatakan perlu adanya kerja sama dengan pihak terkait, seperti Korlantas, untuk menerapkan hal tersebut. Nantinya, dia menyebut tanpa persetujuan legalisasi dari mereka, klaimnya tidak bisa diproses.
Budi bilang pihaknya sudah dalam tahap pembicaraan ke arah tersebut dan akan lebih intens lagi. Selain itu, kerja sama tersebut juga serta-merta untuk menghindari fraud atau kejahatan, serta kenakalan dalam proses klaim.
"Jadi, kami benar-benar menjaga dari sisi regulasi hingga pengaturannya," ujar Budi.
Sebagai informasi, saat ini, OJK sedang berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam menyusun program asuransi wajib. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mengatur bahwa pemerintah dapat membentuk Program Asuransi Wajib sesuai dengan kebutuhan.
Salah satunya mencakup asuransi kendaraan berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability/TPL) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.
Baca Juga: AAUI Sebut Program Asuransi Wajib Tidak untuk Mencari Untung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News