Reporter: Ahmad Ghifari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan leasing (multifinance) masih bisa menarik kendaraan dari debitur tanpa melalui pengadilan negeri (PN) pasca putusan Mahkamah Konstitusi tentang fidusia.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, saat ini masih ada salah penafsiran di masyarakat terkait pasca putusan MK No. 18/PPU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 tentang fidusia.
Baca Juga: Menjadi lender investree, BRIsyariah siap salurkan Rp 50 miliar
Bahwa seolah-olah pemegang hak fidusia (leasing) tidak boleh lakukan penarikan sendiri, tapi harus mengajukan permohonan penarikan kepada pengadilan luar negeri. "Tidak demikian, perusahaan masih bisa menarik kendaraan debitur macet tanpa melalui pengadilan," kata Suwandi di Jakarta, Senin (10/2).
Putusan MK tersebut justru memperjelas Pasal 15 Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang wanprestasi atau cedera janji antara debitur dan kreditur.
Menurut Suwandi, perusahaan leasing dapat mengeksekusi apabila ada beberapa kondisi. Seperti debitur terbukti wanprestasi, debitur sudah diberikan surat peringatan, dan perusahaan pembiayaan memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan dan atau sertifikat hipotek.
Lalu apabila debitur juga tidak dapat menyelesaikan kewajiban dalam jangka waktu tertentu, perusahaan pembiayaan dapat melakukan penjualan agunan melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.
Baca Juga: Fintech Modal Rakyat targetkan penyaluran dana Rp 500 miliar di tahun ini
Penjualan agunan di bawah tangan dilakukan berdasarkan kesepakatan harga perusahaan pembiayaan dan sebelum agunan dijual. "Apabila lebih dari satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis, maka diumumkan secara tertulis minimal 2 surat kabar di daerah bersangkutan, dan wajib mengembalikan uang kelebihan dalam jangka waktu sesuai dengan perjanjian pembiayaan," jelas Suwandi.
Dalam putusan MK, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi.
"Sepanjang pemberi hak fidusia telah mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan jaminan dalam perjanjian fidusia, maka akan menjadi kewenangan bagi penerima fidusia untuk lakukan eksekusi sendiri," kata Suwandi.
Baca Juga: Dukung penggunaan QRIS, BRI gencar masuk Ke sektor UMKM dan transportasi
Putusan MK juga menyatakan, mengenai wanprestasi antara pihak debitur dan kreditur harus ada kesepakatan terlebih dahulu untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanprestasi.
Jadi, ada perjanjian sebelumnya, berapa pinjamannya, berapa bunganya yang harus dibayar termasuk jangka waktunya. Dan batas waktu pembayaran angsuran bagaimana jika tidak membayar angsuran dan berapa dendanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News