Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah berbagai tantangan ekonomi, juga daya beli yang melemah, pertumbuhan simpanan nasabah di atas Rp 5 miliar atau simpanan jumbo nasabah terlihat mulai melambat.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat simpanan nasabah di atas Rp 5 miliar hanya tumbuh 4,4% secara tahunan (YoY). Pertumbuhan ini melambat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 12,3% YoY.
Bahkan, jika dilihat sejak awal tahun, simpanan nasabah di atas Rp 5 miliar konsisten turun. Di mana, secara year to date turun sekitar 5,3% dan secara month on month turun tipis 1%.
Baca Juga: BRI Optimistis Penyaluran Kredit Naik 7%-9% hingga Akhir Tahun 2025
Jika dilihat dari data Bank Indonesia (BI), penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari nasabah korporasi per Mei 2025 juga hanya tumbuh 7,7% dari April yang tumbuh 9,5%. Jika dilihat lebih rinci tabungan nasabah korporasi juga di Mei hanya tumbuh 20,9% dari April yang tumbuh 23,5%.
Ekonom Celios Bhima Yudhistira menilai, fenomena menurunnya simpanan nasabah di atas Rp 5 miliar yang memang didominasi dari korporasi ini bisa jadi, karena pengusaha melakukan ekspansi atau sebagian perusahaan sudah menggunakan uang internalnya atau simpanannya itu untuk membayar gaji atau biaya operasional.
"Itu juga yang kita lihat agak mengkhawatirkan kalau simpanan korporasinya turun digunakan untuk membiayai internal gitu. Karena seharusnya kan simpanannya itu sebenarnya sebagian hasil dari laba, hasil dari pendapatan operasional. Nah ini per sektor harus di cek dulu gitu, mana yang mencerminkan memang simpanannya menurun digunakan untuk ekspansi," kata Bhima kepada kontan.co.id, Selasa (8/7).
Bhima melihat, ada kekhawatiran uang simpanan berkurang itu digunakan untuk membiayai beban operasional dibandingkan untuk melakukan ekspansi.
Menurut Bhima, yang harus diwaspadai oleh perbankan dengan simpanan yang menyusut berarti likuiditasnya semakin ketat ke depannya.
"Simpanan perorangan tumbuhnya kalau gak salah sampai 0% ya pertumbuhannya. Berarti gak ada pertumbuhan kemudian dari sisi korporasi simpanannya berkurang untuk membiayai operasional rutin. Jadi bank yang memang harus berjaga-jaga dari tekanan likuiditas ke depannya," ungkap Bhima.
Baca Juga: BSI Optimistis Pertumbuhan Kredit Tahun Ini Sesuai Target
Bhima menyebut, di tengah ketidakpastian ekonomi apalagi ada pengumuman tarif Indonesia kena 32% untuk ekspor ke Amerika plus 10% kena anggota BRICS, akan membuat sisi pelaku usaha cenderung untuk kesulitan mempertahankan pendapatannya ke depan, dan harga komoditas trennya juga masih rendah.
Oleh karena itu, tren perlambatan simpanan dari korporasi disebut akan berlangsung cukup lama. Tapi ia memproyeksikan November-December dimana ada libur panjang Nataru bisa menggerakkan konsumsi rumah tangga sehingga pendapatan dari sisi pelaku usaha bisa lebih pulih dan simpanannya bisa lebih tumbuh positif.
Sementara dari sisi perbankan, PT Bank Permata Tbk. (BNLI) mencatat pertumbuhan segmen nasabah tajir yang berasal dari dua kelompok nasabah perseroan yakni PermataBank Priority dan PermataBank Private mencapai 10% yoy hingga pertengahan tahun 2025.
Direktur Consumer Banking Bank Permata Djumariah Tenteram menjelaskan bahwa pertumbuhan di segmen tersebut tumbuh stabil setiap tahunnya.
"Di tengah gejolak ekonomi global, kami terus menjalankan fungsi konsultatif terhadap nasabah affluent yang memiliki portofolio investasi. Hal ini salah satunya dilakukan dengan memperhatikan profil risiko nasabah terkait instrumen investasi apa yang dapat disesuaikan, sehingga tujuan masing-masing dapat tercapai," ungkap Djumariah.
Adapun, PT Bank Central Asia (BCA) mencatat, hingga Maret 2025, jumlah rekening dengan nilai simpanan Rp 2 miliar sampai dengan Rp 5 miliar tercatat tumbuh tipis sebesar 1,1% secara YoY, demikian juga dengan nilai simpanannya.
Baca Juga: Bank Mandiri Salurkan BSU Untuk 2,89 Juta Pekerja
EVP Corporate and Social Responsibility BCA Hera F Haryn mengatakan, pada umumnya, pertumbuhan tabungan dan DPK akan bergantung pada sejumlah variabel makroekonomi, baik yang berasal dari kondisi eksternal maupun kondisi domestik.
Secara konsolidasi, total DPK BCA naik 6,5% YoY mencapai Rp 1.193 triliun per Maret 2025. CASA tumbuh 8,3% YoY mencapai Rp 979 triliun, atau sekitar 82% total DPK. Dana CASA menjadi kontributor utama pendanaan BCA seiring dengan meningkatnya volume transaksi. Frekuensi transaksi yang diproses BCA secara menyeluruh tumbuh 19% YoY.
"Mencermati kebutuhan nasabah yang dinamis dan beragam, BCA secara konsisten mengusung konsep "hybrid banking” untuk memberikan layanan secara holistik, baik di ekosistem online maupun offline, untuk dapat mempertahankan posisi di pasar dan senantiasa bertumbuh," jelas Hera.
Pihaknya juga berharap pertumbuhan CASA dan DPK masih tetap solid ke depan, sejalan dengan volume transaksi yang terus bertumbuh.
Selanjutnya: Menteri Dalam Negeri Buka Suara Terkait Penugasan Gibran Berkantor di Papua
Menarik Dibaca: Ekspansi Bisnis BOLT Berlanjut, Berpotensi Raih 9 Kontrak Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News