Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Affin Bank dipastikan menghentikan upayanya untuk mengakuisisi Bank Ina Perdana. Pembatalan ini dikarenakan aturan perbankan di Indonesia yang melarang investor asing memiliki saham dominan.
Edy Kuntardjo, Direktur Utama Bank Ina Perdana mengatakan pihaknya tak lagi mengajukan izin akuisisi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun ini. Hal ini disebabkan Affin Bank sudah menyatakan batal melakukan akuisisi.
“Awalnya pada tahun 2010 ketika mereka mengutarakan niat tertarik mengakuisisi Bank Ina, Affin Bank menghendaki kepemilikan saham sampai 80%. Kemudian mereka bersedia turunkan asal lebih dari 50%. Tapi ternyata tetap tidak bisa,” kata Edy saat dihubungi KONTAN, Selasa, (8/7).
Edy lantas menjelaskan bahwa Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 14/8/PBI/12 Tentang Kepemilikan Saham Bank Umum menjadi penyebab kegagalan.
Dalam beleid tersebut, lembaga keuangan bank maupun bukan bank hanya diperbolehkan memiliki saham bank umum maksimal 40%. Selebihnya 30% dimiliki oleh badan hukum namun bukan pelaku jasa keuangan. Terakhir 20% saham maksimal dimiliki oleh individu perorangan.
“Akibatnya, Affin Bank kehilangan minat untuk mengakuisisi kami,” ujar Edy.
Edy menyayangkan kebijakan regulator yang terkesan tumpang tindih. Di satu sisi regulator mendorong konsolidasi bank-bank kecil agar bisa menjadi lebih besar dan jumlah bank di Indonesia lebih sedikit. “Nyatanya peluang bagi kami untuk berkembang melalui masuknya investor asing justru dikunci,” pungkas Edy.
Sebagaimana diketahui, kabar bahwa bank asal Malaysia tersebut mengakuisisi Bank Ina Perdana sudah muncul sejak 4 tahun lalu. Pada 2010, Affin Bank dikabarkan telah menyiapkan RM 138 juta atau Rp 390 miliar untuk melakukan akuisisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News