kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Agar laba tak kian tergerus, bank makin rajin mengejar komisi


Rabu, 28 Oktober 2020 / 09:25 WIB
Agar laba tak kian tergerus, bank makin rajin mengejar komisi


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan terus berupaya mendorong pendapatan berbasis biaya dan komisi atau fee based income. Hal itu dilakukan guna menahan laba tidak tergerus kian dalam di tengah seretnya pendapatan bunga dan meningkatnya biaya provisi akibat dampak Covid-19. 

Namun, mendorong fee based income tetap punya tantangan besar. Pasalnya, sumber-sumber pendapatan berbasis biaya dan komisi pada perbankan banyak yang terkait dengan kredit. Dengan melambatnya kredit maka pendapatan dari administrasi kredit, kredit sindikasi, trade finance dan lain-lain berimbas turun. 

Hingga kuartal III 2020, bank-bank menengah besar yang sudah merilis kinerja mayoritas mencatatkan penurunan fee based income. Sebagian lain berhasil mencetak pertumbuhan namun terbatas. Pendapatan transaksi e-channel dan transaksi treasury jadi penopang jadi penopang utama fee based income mereka. 

Baca Juga: Laba bersih Bank BJB tumbuh 5,9% di kuartal III

Bank Mandiri salah satu yang berhasil mencatatkan pertumbuhan fee based income sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini. Berdasarkan materi presentasi laporan keuangan Bank Mandiri kuartal III, pendapatan berbasis biaya dan komisi bank pelat merah ini dengan anak usahanya tercatat mencapai Rp 17,14 triliun atau tumbuh 4,9% dari periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). 

Namun, secara total pendapatan non bunga bank ini masih turun 0,26% yoy menjadi Rp 19,58 triliun. Pasalnya, recovery atau pemulihan atas kredit bermasalah yang sudah dihapusbukukan bank ini turun cukup tajam sebesar 21,6% menjadi Rp 2,47 triliun. Sementara kredit hapus buku bank ini naik 6,48% jadi Rp 7,88 triliun. 

Penopang pertumbuhan fee based income Bank Mandiri berasal dari transaksi e-channel dan transaksi treasury yang masing-masing tumbuh 2,8% jadi Rp 1,31 triliun dan 33,8% jadi Rp 4,9 triliun. Fee based income dari anak usaha juga tumbuh 5,2%. Sedangkan fee yang berkaitan dengan kredit turun 7,9 %, administrasi DPK turun 7,3%, kartu kredit turun 17,5%, mutual fund dan bancassurance turun 10,5%.

BNI juga mencatatkan pertumbuhan fee based income sebesar 7,2% menjadi Rp 8,74 triliun. Kenaikannya ini lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang hanya tumbuh 3,2%.  Penopang pertumbuhan ini berasal dari transaksi ATM dan e-channel yang tumbuh 9% menjadi Rp 1 triliun, pembayaran tagihan online dan billpayment tumbuh 6%,  administrasi debit card tumbuh 5,5%,  maintenance account tumbuh 3,8% menjadi Rp 1,46 triliun. Transaksi treasury juga melesat.  

Baca Juga: Tiga bank besar ini catat kenaikan NPL, begini strategi mitigasinya di akhir tahun

Sementara penurunan berasal dari sindikasi yang tergerus 19%,  trade finance melorot 0,6%, dan remitansi turun 4,2%. Recurring fee based income di BNI meningkat cukup tinggi secara kuartalan dimana sepanjang kuartal III mencapai Rp 3,21 triliun,  di kuartal II hanya Rp 2,49 triliun dan kuartal I Rp 2,66 triliun. 

"Ini menunjukkan adanya perbaikan fee based income setelah pelonggaran PSBB," jelas manajemen BNI dalam materi presentasi kinerja kuartal III 2020 dikutip Kontan.co.id, Selasa (27/10).

Penurunan fee based income dialami oleh BCA. Bank swasta terbesar di tanah air ini membukukan pendapatan biaya an komisi sebesar Rp 9,6% atau turun 4,1% secara yoy. Namun, pendapatan non bunga bank ini secara keseluruhan masih tumbuh 3% jadi Rp 15,09 triliun. Itu ditopang adanya pertumbuhan pendapatan trading sebesar 47% menjadi Rp 3,2 triliun.

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) hanya membukukan fee based income Rp 693 miliar hingga kuartal III 2020 atau turun 19,3% dibanding periode yang sama tahun lalu. Tetapi pendapatan non bunga bank ini masih tumbuh 1,73% secara keseluruhan menjadi Rp 1,62 triliun.

Pendapatan non bunga Bank Maybank turun sebesar 7,1% menjadi Rp 1,7 triliun per September 2020.  Hal ini disebabkan pada periode yang sama tahun lalu, ada peningkatan yang cukup tinggi karena perseroan menyertakan pendapatan one-off dari penyelesaian arbitrase domestik sebesar Rp 101,0 miliar dan pendapatan terkait pajak sebesar Rp 68,7 miliar.

Sementara pendapatan non bunga rutin untuk sembilan bulan pertama di bank ini  meningkat sebesar 2,2% terutama berasal dari fee terkait global market, bancasurrance, investasi dan transaksi e-channel.  

Baca Juga: BNI Syariah targetkan baki debet kartu pembiayaan Rp 360 miliar hingga akhir tahun

Fee terkait global market melonjak 85,3% menjadi Rp 518,3 miliar pada September 2020, sementara fee bancassurance dan wealth management terus bertumbuh dan membukukan peningkatan 26,7% menjadi Rp210,6 miliar dari Rp 166,2 miliar tahun sebelumnya. 

President Director of Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan, pihaknya tengah berupaya  meraih peluang bisnis melalui layanan digital banking di tengah pandemi. "Kini layanan ini sudah mulai menunjukkan hasil yang positif," katanya keterangan resminya, Senin (25/10).

Layanan digital yang dibangun untuk melayani nasabah dengan lebih baik dalam keadaan new normal itu diharapkan akan memberi sumber pendapatan tambahan bagi Mayabank di masa depan.

Darmawan Junaidi, Direktur Utama Bank Mandiri mengatakan,pihaknya akan mendorong FBI dan melakukan efisiensi agar penurunan laba tahun ini tidak terlalu dalam. " Penurunan laba tahun ini sudah pasti terjadi. Sesuai arahan POJK 11, kita sudah lakukan restrukturisasi. Sehingga pengakuan bunga tidak dicatatkan tahun ini, yang dicatat hanya yang betul-betul cash basic," katanya.

Baca Juga: Antara BNI, Mandiri dan BCA, siapa yang punya kinerja paling baik di tengah pandemi?

Darmawan bilang, FBI akan didorong dari transaksi-transaksi nasabah dari core bisnis perseroan di segmen wholesale melalui platform digital. Transaksi lewat platform digital itu juga akan berimbas pada efisiensi operasional. 

Sementara Parwati Presiden Direktur OCBC NISP mengatakan, pertumbuhan FBI masih bisa didorong dari transaksi digital, bisnis wealth management, bancassurace, transaksi treasury dan trade finance. "Kami rasa masih ada potensi. Dan tahun 2021 kami harapkan akan lebih baik lagi," katanya.

Namun, ia tidak merinci capaian pendapatan berbasis biaya dan komisi perseroan hingga September. Transaski digital yang mengalami peningkatan di bank ini di antaranya pembelian reksadana dan obligasi lewat mobile banking.

Selanjutnya: Kinerja masih tertekan, ini rekomendasi saham-saham perbakan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×