Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) masih laku sebagai instrumen pemutar uang. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Hartadi A. Sarwono menyatakan, outstanding SBI sekarang sekitar Rp 155 triliun.
Sebagian besar dana yang terparkir di SBI adalah milik pemodal lokal. "Uang milik pemodal asing di SBI hanya Rp 5,8 triliun," ujar Hartadi, kemarin (13/11). Dia membenarkan pemilik dana asing sedang menjauh SBI. Namun Hartadi yakin, pemodal asing akan kembali memarkir dananya di SBI. "Peluang inflow masih terbuka karena imbal hasil sudah membaik. Minat asing atas Surat Utang Negara (SUN) juga mulai membaik," katanya.
Di saat investor asing ramai-ramai menarik dananya, investor lokal justru semakin getol membeli SBI. Investor lokal yang melakukan penempatan dana terbesar di SBI adalah industri perbankan.
PT Bank BNI Tbk. termasuk yang rajin berbelanja SBI belakangan ini. "Kami meningkatkan pembelian September lalu," ujar Direktur Treasuri dan Internasional BNI Bien Subiantoro.
BNI makin giat parkir duit di SBI setelah BI melonggarkan aturan Giro Wajib Minimum (GWM) pada 24 Oktober lalu. "Dalam kondisi seperti ini, kami menempatkan dana di instrumen yang risikonya rendah dan likuid," ujarnya. SBI semakin disukai BNI karena dalam aturan GWM yang baru, SBI bisa digunakan sebagai pencadangan sekunder (secondary reserve).
BNI lebih banyak menempatkan dana di SBI berjangka satu dan tiga bulan. Saat ini, duit BNI di SBI mencapai Rp 10 triliun. Sebagai perbandingan, pada awal September, duit BNI di SBI hanya Rp 4 triliun.
Direktur Treasuri dan Internasional PT Bank Mega Tbk JB Kendarto menambahi ketimbang mencari untung di pasar uang antarbank, bank lebih memilih SBI. Selain lebih likuid, Bank Mega juga menyukai kupon SBI yang cukup tinggi, yaitu sekitar 11,25% sampai 11,5%. "Kepemilikan kami di SBI juga meningkat," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News