Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Industri asuransi umum galau. Pelaku usaha harus mencari solusi berinvestasi dengan adanya aturan porsi penempatan dana.
Berdasarkan POJK nomor 1 tahun 2016 disebutkan, industri asuransi umum setidaknya harus memiliki porsi surat berharga negara (SBN) sebesar 10% dari total dana investasi. Besaran ini lalu membesar jadi 20% per akhir 2017.
Masalahnya penempatan dana di SBN biasanya bersifat jangka menengah dan panjang. Jangka waktu investasi di instrumen ini rata-rata selama tiga sampai lima tahun. Sedangkan, asuransi umum butuh likuiditas yang longgar. Hal ini untuk menyesuaikan dengan masa pertanggungan di asuransi umum yang kebanyakan berjangka waktu pendek.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Julian Noor mengusulkan, pemerintah membuat produk SBN yang lebih bisa mengakomodir kebutuhan asuransi umum. "Kami usulkan ada SBN dengan tenor yang lebih pendek, misalnya di bawah setahun," katanya, beberapa waktu lalu.
Likuiditas yang lebih longgar juga dibutuhkan untuk mempersiapkan pembayaran klaim ketika dibutuhkan. Selama ini, kondisi tersebut cukup bisa terakomodasi dengan berinvestasi dalam bentuk deposito.
Hal lain yang disebutnya tak kalah penting adalah soal suplai dari SBN. "Jika jumlahnya tak mencukupi banyaknya permintaan, tentu akan sulit bagi industri untuk bisa memenuhi aturan tersebut," ujar Julian.
Pasalnya, tak cuma asuransi umum saja yang menincar SBN. Industri jasa keuangan lain semisal asuransi jiwa, dana pensiun, sampai perusahaan penjaminan juga memiliki batas minimum penempatan SBN yang harus dipenuhi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News