kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan bank digital harus ada sebelum bertambah banyak pemainnya


Selasa, 19 Januari 2021 / 10:51 WIB
Aturan bank digital harus ada sebelum bertambah banyak pemainnya
ILUSTRASI. Pejalan kaki melintas dekat logo Bank Jago di Jakarta. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perlombaan bank digital di Tanah Air sudah semakin memanas. Era bank digital atau dikenal dengan istilah neobank memang sudah tidak bisa lagi dielakkan di tengah kemajuan industri finansial berbasis teknologi informasi.

Peluangnya bank digital berkembang cukup besar di tengah tingginya aktivitas masyarakat secara daring. Pandemi Covid-19 pun jadi momentum yang pas dalam percepatan tranformasi layanan perbankan melalui neobank.

Layanannya mampu menjawab segala kebutuhan keuangan di tengah pembatasan sosial. Nasabah kini bisa melakukan transaksi dan mengakses layanan keuangan lainnya hanya lewat gadget di genggaman.

Sejumlah bank sudah mempersiapkan diri memasuki era neobank. Bank Central Asia (BCA), misalnya, akan segera memiliki bank digital penuh yang diberi nama Bank Digital BCA. Bank ini merupakan konversi dari Bank Royal yang diakuisisi pada tahun 2019. 

Baca Juga: Antisipasi Bank Digital

PT Bank Jago Tbk (ARTO) juga bakal melakukan hal serupa, jadi bank digital sepenuhnya. Itu diperkuat dengan masuknya Gojek sebagai investor dengan menggenggam 22% saham bank ini.

Lewat kolaborasi strategis tersebut, Gojek sebagai penyedia layanan on-demand dan aplikasi pembayaran akan menyediakan layanan perbankan di platformnya.

Namun, tantangan bank digital ini juga tak kalah besar. Sementara aturan detail yang menjadi pijakan bagi bank digital di Indonesia saat ini masih belum ada.

Otoritas Jasa Keuangan (POJK) baru menyisipkan aturan bisnis bank digital dalam sub bahasan di rancangan Peraturan OJK tentang Bank Umum di mana bank diizinkan beroperasi tanpa harus memiliki kantor cabang fisik.

Dalam pengaturan bank digital, OJK perlu berkaca dari Alibaba. Pemerintah China kecolongan terkait pengaturan monopoli dalam industri pembayaran digitalnya dan belakangan baru mulai mempermasahkan anti-monopoli setelah raksasa e-commerce itu sudah terlampu besar serta mendominasi pasar China.

OJK sudah memperhatikan lebih jauh terhadap perkembangan bank digital ke depan. Namun, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengatakan,  pengaturan lebih jauh mengenai neobank ini masih dikaji.

OJK saat ini masih fokus menyiapkan POJK bank umum yang ditargetkan akan selesai pada semester I 2021 ini.

"Bank digital saat ini masih mengacu ke pengaturan aktivitas sebagai digital bank dan itu ada di POJK Manajemen Risiko Teknologi Informasi (MRTI). Aturan yang akan datang belum dibuat dan masih dikaji setelah selesainya POJK Bank Umum," kata Teguh pada Kontan.co.id, Senin (18/1).

Baca Juga: Barang elektronik dan fesyen dominasi transaksi cicilan Akulaku sepanjang 2020

Menurut Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan, aturan terkait bank digital harus segera dibuat sebelum pemainnya mulai banyak agar industrinya bisa berjalan dengan sehat. Jangan sampai pemainnya banyak baru aturan muncul karena itu akan membuat pengaturannya jadi lebih sulit.

Dia menerangkan yang namanya digital tidak terlepas dari data. Sehingga kemanaan data menjadi hal yang sangat krusial untuk diperhatikan oleh regulator di era bank digital ini. OJK harus membuat regulasi untuk perlindungan konsumen dan menjaga keamanan data mereka.

Sementara terkait persaingan usaha, Trioksa melihat pemain bank digital di tanah air saat ini belum mengarah pada monopoli karena pengembangannya tidak dilakukan oleh satu bank saja.

"Saat ini kita sudah punya aturan main persaingan usaha lewat Komisi  Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan perbankan juga ada aturan single presense policy atau kepemilikan tunggal sehingga monopoli bukan masalah utama dalam era bank digital ini," tuturnya.

Namun, jika OJK merasa itu perlu diatur maka aturan yang sudah ada menurut Trioksa bisa dijadikan rujukan. Ia menekankan, hal yang harus diperhatikan adalah jangan sampai terjadi shadow, seolah-olah banyak pemain tetapi di belakangnya ternyata orang yang sama.

Dia menambahkan, tantangan lain yang juga harus diperhatikan regulator dan pemain bank digital ini adalah persaingan dari luar. Begitu masuk ke era bank digital maka persaingan yang terjadi ke depan bukan hanya antara bank saja, bisa saja dengan facebook atau twitter masuk ke layanan keuangan digital.

Baca Juga: Kesempatan terbatas, harga HP Samsung Galaxy S21 bundling XL mulai Rp 1

Sementara bagi para pemain yang harus diperhatikan adalah terkait teknologi dan perluasan pasar. Teknologi berubah sangat cepat sehingga bank harus bisa memperkirakan bahwa teknologi yang mereka punya bisa bertahan dalam lima tahun ke depan.

"Perluasan pasar menjadi tantangan karena wilayah Indonesia tidak hanya perkotaan sehingga perlu kerja keras mengedukasi masyarakat dan memastikan jaringan internet tersedia," pungkas Trioksa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×