Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Hendra Gunawan
GIANYAR. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal membentuk unit baru untuk melakukan pengawasan terintegrasi khusus menangani konglomerasi keuangan. Unit akan terbentuk dalam waktu dekat usai penerbitan dua dari tiga beleid terkait konglomerasi keuangan yang sedang disiapkan OJK saat ini, yakni mengenai Tata Kelola Perusahaan dan Manajemen Risiko.
Endang Kussulanjari Tri Subari, Deputi Komisioner Pengawas Bank 2 OJK mengatakan, unit anyar di bawah Eksekutif Pengawasan Perbankan akan mengawasi secara terintegrasi terkait konglomerasi keuangan yang melibatkan sektor perbankan, asuransi, pembiayaan hingga pasar modal. Nanti, pengawasannya tidak lagi terpisah-pisah.
“Unit baru ini akan beranggotakan sedikitnya 100 orang terdiri dari kepala, pengawas senior dan staf. Dengan asumsi, terdapat 31 konglomerasi keuangan. Angkanya mungkin menggelembung lagi atau bahkan menciut. Kami belum bisa pastikan. Sebagai langkah awal, karena keterbatasan sumber daya manusianya, mungkin diisi oleh 30 – 50 orang,” ujarnya, Jumat (3/10).
Unit ini akan menjalankan aktivitas mengumpulkan data dan informasi terkait konglomerasi keuangan. Kemudian juga bertugas untuk menilai risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan dan melabel pelaku dengan rating 1 sampai dengan 5 sesuai profil risiko dan kondisi. Lalu, melakukan perencanaan pengawasan, koordinasi pemeriksaan berdasarkan risiko, pengkinian data dan informasi, serta tindakan pengawasan dan pemantauan.
“Nah, karena tugasnya menentukan profil risiko inilah, unit pengawasan terintegrasi nantinya akan berisi orang-orang yang sudah ada di pengawasan perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank (IKNB). Mereka bakal memetakan konglomerasi keuangan dan tidak lagi sendiri-sendiri seperti sekarang,” terang Endang.
Ia menyebutkan, pihaknya mengidentifikasi ada 31 konglomerasi keuangan di Indonesia. Seluruhnya tercatat memegang kendali lewat kepemilikan saham di beberapa perusahaan sektor keuangan. Antara lain, Mandiri Group, BNI Group, BRI Group, Mega Group, Bukopin Group, Sinar Mas Group, CIMB Niaga Group, dan Panin Group.
Dari 31 konglomerasi keuangan, OJK menyebutkan, 10 di antaranya konglomerasi keuangan dengan mekanisme vertical atau pemegang saham pengendali memiliki perusahaan sektor perbankan atau asuransi dan pembiayaan serta sekuritas. 13 konglomerasi keuangan lainnya masuk kelompok horizontal atau pemegang saham pengendali memiliki saham di perusahaan-perusahaan sektor keuangan.
Selain itu, delapan konglomerasi keuangan lainnya masuk kelompok mixed atau campuran. Kelompok ini mendefinisikan pemegang saham pengendali memiliki perusahaan sektor keuangan dan memiliki saham di perusahaan-perusahaan sektor keuangan. “Dampak negatifnya, meningkatnya risiko lembaga keuangan yang menimbulkan adverse selection dan moral hazard, mengingat risk taking behaviornya yang berlebihan,” imbuh dia.
Tidak hanya itu, berkaca pada satu konglomerasi keuangan di Yunani dapat mengakibatkan krisis. Nah, di Indonesia sendiri, 31 konglomerasi keuangan yang teridentifikasi awal tersebut tercatat menguasai 70% aset sektor keuangan. Pada paruh pertama tahun ini, OJK mencatat, total aset sektor keuangan Indonesia mencapai Rp 5.300 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News