Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sudah dua tahun lebih PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI) menyambut investor baru tetapi hingga saat ini susunan pemegang saham perseroan belum berganti. Manajemen bank mengaku pihaknya masih masih dalam proses penjajakan dengan calon investor.
Pencarian investor baru sudah digaungkan bank bermodal inti Rp 239,7 miliar (Per Maret 2020) ini sejak 2018. Kehadiran investor baru itu diharapkan bisa membawa perseroan naik kelas ke kategori Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) II.
Baca Juga: Laba Bank Harda (BBHI) menukik jadi cuma Rp 484 Juta di kuartal I 2020
Bank Harda mau tidak harus bisa merealisasikan penambahan modal tahun ini untuk bisa mencapai minimal modal inti Rp 1 triliun. Pasalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan konsolidasi bank umum yang tertuang dalam POJK no 12/POJK.03/2020 yang resmi berlaku pada 17 Maret 2020. Dalam aturan itu, modal inti minimum bank umum akan jadi Rp 3 triliun paling lambat pada 22 Desember 2022. Akhir tahun ini harus sudah dipenuhi paling sedikit Rp 1 triliun.
OJK juga telah diberikan kewenangan tambahan memaksa bank melakukan konsolidasi lewat Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan COVID-19. Sebagai tindak lanjut Perppu itu, sudah diterbitkan POJK tentang perintah tertulis untuk penanganan permasalahan bank.
Yohanes Simon, Direktur Bank Harda mengatakan, pihaknya saat ini masih dalam proses penjajakan dengan calon investor. Perseroan berharap kehadiran investor baru itu akan terealisasi dalam waktu dekat. "Ada beberapa investor yang dijajaki. Pada saatnya nanti kami akan umumkan sesuai dengan ketentuan mengenai keterbukaan informasi," katanya pada Kontan.co.id akhir pekan lalu.
Jika kesepakatan dengan investor baru itu terealisasi, lanjut Yohanes, status Bank Harda bakal meningkat jadi BUKU II. Dengan kenaikan kelas tersebut, perseroan akan memiliki keleluasaan dalam mengembangkan bisnisnya.
Baca Juga: Net sell Rp 2,68 triliun dalam sepekan, saham-saham ini paling banyak dilepas asing
Sembari menanti investor, Bank Harda masih akan terus mengejar pertumbuhan kredit dan DPK serta menyelesaikan kredit bermasalah. Dalam rencana bisnis bank (RBB) tahun ini, perseroan menargetkan kredit dan DPK tumbuh masing-masing 10%.
Bank Harda juga akan melakukan pengambilalihan aset (AYDA) terhadap kredit-kredit bermasalah secara efektif dan efisien, serta meningkatkan kompetensi sumber data yang ada.
Sementara terkait dampak dari Covid-19, perseroan akan melakukan restrukturisasi terhadap debitur yang terimbas pandemi itu sesuai dengan pelonggaran aturan yang diberikan OJK.
Baca Juga: Walau diterpa perlambatan ekonomi, likuiditas perbankan masih stabil
Kinerja Bank Harda pada kuartal I 2020 masih mengalami perlambatan. Perseroan hanya mampu membukukan laba bersih Rp 484 juta. Itu turun tajam dari 9,9 miliar pada triwulan pertama tahun sebelumnya. Penyebabnya, pendapatan bunga bersih dan pendapatan lain perseroan anjlok.
Pada tiga pertama tersebut, pendapatan bunga bersih Bank Harda memang menurun sebesar 26,5% dari Rp 23,51miliar kuartal I 2019 menjadi hanya Rp 17,28 miliar. Pendapatan lainnya juga turun jadi Rp 992 juta dari Rp 13,12 miliar. Namun kredit dan DPK masih tumbuh masing-masing tumbuh 3.3% menjadi Rp 1,56 triliun dan 9,8% menjadi Rp 1,79 triliun
Sedangkan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) Bank Harda terus meningkat. NPL gross di kuartal I 2020 mencapai 10,43%, naik dari 4,08% pada periode yang sama tahun 20119. NPL nett naik jadi 3,94% dari 2,29%.
Baca Juga: Ekonom Bank Danamon memprediksi pertumbuhan ekonomi Q1-2020 sebesar 4,3% yoy
Saham Bank Harda masih dikendalikan oleh Rachman Hakim lewat PT Hakim Putra Perkasa dengan kepemilikan 73,71%, lalu Kwee Sinto 3,79%, dan 22,5% dimiliki publik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News