Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Penerapan aturan baru mengenai ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) yang semula tetap atau fixed menjadi rata-rata belum akan berdampak banyak bagi kondisi likuiditas perbankan.
Direktur Utama Bank Ina Perdana, Edy Kuntardjo mengatakan, pihaknya lebih mengharapkan Bank Indonesia (BI) menurunkan GWM yang semula sebesar 6,5% ketimbang menjadi rata-rata.
"Kalau diturunkan GWM-nya baru terasa, saat ini belum ada pengaruhnya," kata Edy, Senin (3/7).
Lebih lanjut Edy menilai, saat ini pendanaan non konvensional seperti surat utang atau obligasi, Medium Term Notes (MTN) dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) sudah dihitung menjadi dana pihak ketiga (DPK).
Kendati demikian, Edy menyebut dengan adanya GWM rata-rata kemungkinan perbankan untuk mengelola likuiditas agar lebih terjaga. Pasalnya, Edy menilai saat ini pertumbuhan likuiditas perbankan secara industri masih sangat terbatas khususnya penghimpunan dana masyarakat.
Sebagai informasi, Bank Sentral mulai 1 Juli 2017 sudah memberlakukan perhitungan GWM-Primer rata-rata dari sebelumnya skema GWM-Primer tetap. GWM-Primer merupakan simpanan atau dana dari Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang wajib disimpan di giro BI di setiap akhir hari. Saat ini rasio GWM-Primer sebesar 6,5% dari total DPK.
Namun, penerapan GWM rata-rata ini masih dalam tahap awal dengan komponen yang dihitung secara rata-rata sebesar 1,5% dari total rasio GWM-Primer sebesar 6,5%. Perhitungan rata-rata itu dilakukan setiap dua pekan. Sementara sisa 5% masih harus dipenuhi dengan skema tetap dan dihitung setiap akhir hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News