Reporter: Nina Dwiantika |
JAKARTA. Perbankan mulai bersiap menerapkan aturan transparansi suku bunga dasar kredit (prime lending rate). Namun tidak semua bankir optimis hal tersebut bisa dilaksanakan dengan mulus.
"Aturan SBDK sulit dijalankan, tidak semua bunga kredit akan dijabarkan," ungkap Iqbal Lantaro Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), akhir pekan lalu.
Oleh sebab itu, bos BTN ini berharap ada sosialisasi mengenai aturan prime lending rate kepada masyarakat, sehingga tidak timbul pemahaman yang multi interpretasi. Menurutnya, jika masyarakat sudah memiliki pemahaman yang sama, aturan ini akan sederhana untuk diterapkan. Tapi selama ini sosialisasinya belum terlihat.
“Pasti bank dan masyarakat membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Jika banyak yang bingung, kita lihat saja nanti bagaimana menyelesaikannya. Kami ikuti aturan yang ada dan siap menjalankannya," ujarnya.
Berbeda dengan Iqbal, Roosniati Salihin Wakil Presiden PT Bank Pan Indonesia Tbk (PANIN) menyatakan tidak merasa keberatan dengan aturan transparansi SBDK. "Kami sudah siap, tidak ada masalah dalam penerapannya," ujarnya optimis.
Informasi saja, SBDK merupakan hasil perhitungan dari tiga komponen. Itu terdiri dari perhitungan Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK), lalu biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit, serta margin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan. Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan itu untuk menurunkan bunga kredit yang masih tinggi.
Aturan tersebut mewajibkan perbankan terutama untuk 14 bank dengan aset di atas Rp 10 triliun, mengumumkan suku bunga dasar kredit (SBDK) hanya untuk kredit korporasi, kredit ritel dan kredit kepemilikan rumah (KPR) dan non KPR).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News