kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bank mulai waspadai kredit macet sektor UMKM


Kamis, 26 Maret 2015 / 17:08 WIB
Bank mulai waspadai kredit macet sektor UMKM
ILUSTRASI. Eni berniat mengkombinasikan fasilitas Blok North Ganal dan Blok Indonesia Deepwater Development (IDD).


Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Para bankir tengah mewaspadai akan lonjakan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) pada kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Pasalnya, pengusaha kecil mulai merasakan perlambatan bisnis dari dampak pelemahan perlambatan ekonomi. 

Djarot Kusumajakti, Direktur UMKM Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengakui, pelemahan ekonomi memberikan tekanan pada NPL kredit UMKM sehingga perusahaan mengantisipasi sejak dini agar tidak mengerek kenaikan kredit macet. 

Saat ini, bank yang fokus terhadap UMKM ini akan menjaga rasio kredit macet pada tingkat manageable. Data terakhir, BRI memiliki rasio NPL gross sebesar 1,12% untuk kredit mikro, dan NPL gross sebesar 5,91% untuk kredit menengah.

Glen Glenardi, Direktur Utama Bank Bukopin, mengakui terjadi peningkatan kredit macet pada UMKM, karena pengaruh kondisi ekonomi yang belum membaik seperti perlambatan ekonomi. “Ya, memang mendekati 4%,” ucap Glen, kemarin. 

Selanjutnya, Bukopin akan memperbaiki rasio kredit macet tersebut menjadi di bawah 3%. Caranya adalah menyeleksi debitur sesuai dengan risiko dan jenis usaha. “Kami akan spesifik dan fokus mencari target market tambahnya,” 

Sementara itu, Lani Darmawan, Direktur Ritel Bank Internasional Indonesia (BII), mengakui tidak ada kenaikan kredit bermasalah pada UMKM, karena perusahaan mengincar pengusaha yang tidak rentan terhadap perlambatan ekonomi.

Misalnya, kredit UMKM mengalir ke segmen konsumsi, rumah tangga dan pemberdayaan perempuan yang menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat. “Kami masih memiliki NPL yang bagus yakni di bawah 2%,” kata Lani. 

Karena kredit bermasalah masih terjaga maka BII akan membidik pertumbuhan kredit UMKM sebesar 10%-15% pada tahun 2015 ini. Lani menambahkan, pihaknya telah mencatat pertumbuhan UMKM sebesar 10% pada kuartal I/2015.

Mengutip Statistik Perbankan Indonesia (SPI) terbaru, perbankan mencatat rasio kredit bermasalah pada UMKM mencapai 4,14% atau berstatus diragukan dengan nilai Rp 27,05 triliun per Januari 2015. Angka kredit bermasalah ini naik dari posisi 3,65% berstatus kurang lancar dengan nilai Rp 21,72 triliun per Januari 2014.

Sektor perdagangan besar dan eceran adalah penyumbang terbesar kredit bermasalah UMKM. Per Januari 2015, nilai kredit bermasalah sektor perdagangan besar dan eceran sebesar Rp 14,10 triliun, kemudian NPL sektor konstruksi sebesar Rp 3,20 triliun, dan NPL sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar Rp 2,28 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×