Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa bank tengah menyuarakan niat untuk melangsungkan rencana aksi korporasi di paruh kedua tahun ini. Wajar, memasuki paruh kedua kondisi ekonomi cenderung sudah mulai stabil pasca rampungnya proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 serta adanya sinyal koreksi suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI).
Ambil contoh, PT Bank Mayapada Internasional Tbk yang pada kuartal III 2019 ini bakal melangsungkan rencana penambahan modal dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
Baca Juga: Pasar membaik, BTN dan BRI mantapkan aksi korporasi di semester II 2019
Direktur Utama Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi menjelaskan total dana yang ditarget oleh perseroan dari aksi korporasi ini mencapai Rp 1 triliun.
"Betul (melanjutkan rencana). Sekarang sedang berproses di lembaga-lembaga penunjang dan audit," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8).
Pihaknya juga mengatakan, rencana rights issue tersebut merupakan aksi korporasi terakhir oleh Bank Mayapada di tahun ini.
Baca Juga: Inilah lima rahasia Jack Ma untuk menjadi setajir sekarang
Adapun, nantinya rights issue akan dieksekusi oleh pemegang saham pengendali (PSP). Sebagai catatan saja, PSP Bank Mayapada memang konsisten melakukan penambahan modal sejak tahun 2013.
Hingga 2018 tercatat upaya penambahan modal baik melalui rights issue maupun penerbitan obligasi subordinasi Bank Mayapada sudah mencapai Rp 5,45 triliun.
Haryono menyebutkan, dana tersebut akan dipakai untuk penguatan permodalan di samping untuk melakukan pengembangan usaha.
Baca Juga: Aplikasi Adira Momobil catat 1.025 realisasi pembiayaan per Juli 2019
Selain Bank Mayapada, PT Bank Bukopin Tbk juga masih punya amunisi penggalangan dana di pasar pada paruh kedua tahun ini.
Direktur Keuangan Bukopin Rachmat Kaimuddin menyebut pihaknya tengah melakukan finalisasi terkait rencana sekuritisasi lewat instrumen efek beragun aset (EBA). Adapun, total nilai dana yang ditargetkan dalam emisi efek kali ini mencapai Rp 1 triliun.
"Sekuritisasi aset masih lanjut. Sekarang lagi menunggu pendaftaran efektif di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kalau sudah efektif akan kami informasikan," terangnya.
Baca Juga: Ekonomi Malaysia bangkit tersengat produksi sawit dan belanja konsumen yang kuat
Sebelumnya, bank bersandi saham BBKP (anggota indeks Kompas100) ini menyebutkan bahwa aset yang akan diagunkan oleh perseroan adalah tagihan milik Bank Bukopin dengan risiko rendah seperti kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit konsumer.
Sebenarnya, Bukopin juga sempat berniat untuk menghimpun dana non konvensional lewat instrumen surat utang alias obligasi di semester-II 2019. Namun, hal tersebut nantinya akan disesuaikan oleh kondisi pasar dan kebutuhan bisnis perseroan.
Sementara itu, PT Bank BTPN Tbk pasca melakukan merger dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Corporation Indonesia (SMBCI) juga berniat untuk melakukan aksi korporasi di semester II 2019.
Baca Juga: Cuma saham BBTN yang naik, empat saham bank gede lain kompak merah siang ini
Walau tidak dapat merinci, Direktur Utama BTPB Ongki Wanadjati Dana menjelaskan hal itu menjadi langkah perseroan untuk mendiversifikasi pendanaan. Sebab, sebelum merger dengan SMBCI hampir 80% pendanaan perseroan bersumber dari dana mahal seperti deposito.
"Sekarang kami ingin punya komposisi yang balance, artinya masih kurang dari obligasi untuk dana panjang," terangnya.
Menurutnya, jika kondisi pasar dinilai stabil maka tidak menutup kemungkinan perseroan akan melakukan aksi korporasi.
Baca Juga: Direkur BCA Ini Beli Saham BCA Mumpung Harganya Turun
"Kami masih bisa obligasi berkelanjutan, tapi melihat kondisi dulu baiknya kapan dan berapa besar jumlahnya. Kalau tidak cocok, bisa kita tunda dulu," sambungnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News