kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Bank terjebak di kondisi dilematis pasca BI rate


Rabu, 17 Juli 2013 / 16:58 WIB
Bank terjebak di kondisi dilematis pasca BI rate
ILUSTRASI. Promo potongan harga BBM Pertalite di SPBU Pertamina, Bogor, Jawa Barat. (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Nina Dwiantika, Benediktus Krisna Yogatama |

JAKARTA. Per Mei 2013, industri perbankan Indonesia mencetak kinerja cemerlang, meskipun didera pelemahan ekonomi. Industri bisnis simpan-pinjam ini meraup laba sebesar Rp 42,69 triliun selama lima bulan di tahun 2013.

Keuntungan besar ini karena bank menekan beban bunga dengan tidak memberikan bunga simpanan tinggi dan menggeber pendapatan bunga dari kredit, sehingga pendapatan bunga bersih naik 17% menjadi Rp 94,69 triliun.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per Mei 2013, pendapatan bunga naik 12% menjadi Rp 176,40 triliun, karena kredit tumbuh 21% menjadi Rp 2.909,08 triliun. Kredit paling besar mengalir ke sektor perdagangan besar dan eceran sebesar Rp 549,98 triliun, kemudian sektor industri pengolahan senilai Rp 469,76 triliun, dan sektor untuk pemilikan peralatan rumah tangga melalui pinjaman multiguna sebesar Rp 288,04 triliun.

Namun apakah pencapaian tersebut akan berlanjut setelah Bank Indonesia (BI) menaikkan BI rate secara berturut-turut sebesar 75 basis poin (bps) atau 0,75% pada Juni-Juli 2013? Apalagi, saat ini likuiditas perbankan tengah ketat.

Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), Achmad Baequni, menganalisis, bank akan menjaga keuntungan melalui net interest margin (NIM). Bank berpelat merah ini memilih untuk meningkatkan volume kredit daripada mengerek bunga kredit.

“Bank tidak sembarang menaikkan suku bunga kredit untuk meraup untung besar, karena akan berakibat pada kredit bermasalah atau non performing loan (NPL),” ujarnya.

Namun ia melanjutkan, "Saat ini keadaannya dilematis," katanya. Deposan masih enggan memarkirkan dananya di perbankan karena kenaikan BI rate tak cukup berarti bagi mereka yang berharap imbal hasil lebih tinggi. Sedangkan para calon debitur bakal memikir ulang untuk mengajukan kredit saat bunga melejit.

Sependapat, Presiden Direktur Bank Ina Perdana Edy Guntardjo menyampaikan, meningkatkan volume kredit adalah salah satu cara agar bank untung tanpa membuat bunga kredit mekar.

Masalahnya adalah, saat ini bank tetap memberikan bunga simpanan yang tinggi kepada nasabah, maklum, bank kecil sangat sulit mengumpulkan likuiditas tanpa senjata bunga tinggi. Di sini, ia tak bisa menangkis, bahwa bunga simpanan tinggi ini akan berimbas pada kenaikan bunga kredit.

Margin tertekan

Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, memastikan, margin bank pasca kenaikan BI rate akan tertekan karena nasabah menuntut bunga simpanan lebih tinggi, sementara bank belum menaikkan bunga kredit. Bank khawatir, jika bunga kredit naik, penyaluran kredit akan melambat.

"Kami akan meningkatkan dana murah dan terus mengurangi dana mahal agar margin tetap terjaga sehingga tidak mempengaruhi bottom line," ujarnya. Namun ia tidak berjanji bisa menahan suku bunga tetap rendah setelah BI rate naik.

Para bankir sepakat, kinerja industri perbankan setelah BI rate naik sulit dipertahankan baik jika tetap menjaga bunga di level rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×