Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Likuiditas valuta asing (valas) masih tipis. Persaingan para bankir untuk mengail dana valas dari masyarakat pun masih berlangsung seru.
Ketatnya likuiditas valas itu tercermin dalam data dana masyarakat dalam valas yang dirilis Bank Indonesia. Per September 2008, dana pihak ketiga (DPK) valas sebesar Rp 257,1 triliun, lebih sedikit Rp 3,2 triliun dibandingkan DPK per akhir Agustus. Penurunan DPK bisa jadi lebih besar karena bank sentral tak menyebut kurs yang mereka gunakan dalam mengonversi nilai dalam dolar AS ke rupiah. Nilai tertinggi simpanan valas terjadi di akhir Juli 2008, yakni Rp 263,2 triliun.
Penyebab penurunan likuiditas valas di dalam negeri tak lepas dari situasi global. Lembaga keuangan internasional mencairkan asetnya yang tersimpan di banyak negara. Maklum, mereka butuh dolar AS untuk memenuhi kewajiban ataupun sekadar untuk berjaga-jaga.
Kondisi likuiditas yang ketat, tentu memicu kenaikan bunga. Bunga deposito valas sempat mencapai 4,1% di Januari. Bunga lalu turun hingga 3,3% pada Juni 2008. Juli bunga mulai naik dan hingga September 2008 berkisar pada 3,5% untuk jangka waktu sebulan, bahkan hingga 4% untuk jangka waktu dua tahun.
Di atas bunga LPS
Kondisi ini terus bertahan hingga November 2008 ini. Ketika likuiditas kembali menipis sebulan belakangan, para bankir tak gentar mengerek bunga deposito valas di atas bunga penjaminan pemerintah. Saat ini Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hanya menjamin simpanan valas dengan bunga maksimum 3,5%.
Direktur PT Bank Mega Tbk. Kostaman Thayib mengakui sejumlah bank nekat memasang bunga untuk simpanan valas di atas bunga penjaminan LPS.
Seingat Kostaman, kondisi ini terjadi sejak sebulan lalu. Saat korporasi asing melakukan penarikan dolar besar-besaran.
Wakil Direktur Utama PT BCA Tbk. Jahja Setiaatmadja mengakui BCA juga memasang bunga deposito valas 3,75%, sedikit di atas penjaminan LPS. Jurus menaikkan bunga ternyata membawa hasil. Simpanan valas di BCA naik sekitar US$ 300 juta sejak awal tahun sampai akhir kuartal ketiga 2008 lalu. Saat ini, nilai dana masyarakat valas di kantong BCA berkisar US$ 1,7 miliar- US$ 1,9 miliar.
Namun, Jahja enggan mengungkapkan strategi pengelolaan BCA untuk menutup biaya pendanaan valas yang cukup tinggi itu. "Nanti bank lain pada meniru," ujarnya terkekeh.
Senior Vice President Mass Electronic Banking PT Bank Mandiri Tbk Inkawan D. Jusi mengakui, bunga deposito yang tinggi masih menjadi andalan perbankan untuk menggaet dana masyarakat dalam bentuk valas. "Apalagi dalam keadaan likuiditas lagi begini. Ya, harus ada strategi untuk menahan dong," katanya.
Untuk dana nasabah di atas US$ 1 juta, biasanya bank memberikan special rate. Sayangnya Inkawan enggan memberitahukan berapa bunga tertinggi yang bisa diberikan oleh Bank Mandiri saat ini. Namun ia membenarkan, bunga deposito khusus untuk simpanan valas lebih besar daripada bunga LPS.
Inkawan menilai, persaingan saat ini sudah lebih reda dibandingkan sebulan lalu. Persaingan mulai reda setelah BI memangkas persentase Giro Wajib Minimum (GWM) valas menjadi 1%, dari semula 3%. Itu sebabnya, kata Inkawan, sejak 10 November, bunga deposito dolar Bank Mandiri berada di kisaran bunga penjaminan LPS.
Selain memberikan bunga yang menarik, Bank Mandiri juga berupaya mempertahankan nasabah dengan berbagai tawaran fitur menarik, seperti pembebasan biaya komisi atas setoran valas. "Saat ini, nilai simpanan valas Bank Mandiri dalam bentuk deposito setara dengan Rp 5,5 triliun. Jadi likuiditas kami dalam bentuk valas masih memadai," janji Inkawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News