Sumber: KONTAN | Editor: Johana K.
JAKARTA. Perbankan nasional menilai, sudah saatnya Indonesia memiliki Undang Undang (UU) Biro Kredit. Dengan UU ini, biro kredit yang sekarang ada di Bank Indonesia (BI) bisa dilepas menjadi lembaga independen. Biro kredit independen itu bisa menampung lebih banyak data ketimbang data saat ini yang ada dalam Sistem Informasi Debitur (SID) BI.
"Kalau data debitur kan ada di SID. Tapi data yang belum jadi debitur, harus dikumpulkan dalam satu badan sendiri," ungkap Wakil Direktur Utama Bank Danamon Jos Luhukay, Rabu (3/3).
Dengan biro kredit independen ini, perbankan bisa melihat informasi seperti pembayaran listrik, telepon, dan tagihan-tagihan lain milik calon debitur. Selama ini, bank hanya memperoleh data dari nasabah tanpa bisa mengecek silang atawa memverivikasi kepada lembaga-lembaga lain, seperti PLN, Telkom, asuransi, sampai multifinance. Akibatnya, bank sulit menentukan risiko calon debitur terkait diluluskannya permohonan kredit.
Indonesia, menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum punya biro kredit independen. Jos membandingkan dengan Malaysia yang sudah memiliki biro kredit sejak 10 tahun lalu, Thailand sejak tahun 2002, dan Singapura punya lembaga itu sejak puluhan tahun lalu. "Dengan biro kredit ini, perbankan bisa dengan mudah mengukur risiko calon debitur sebagai persyaratan memberikan kredit,” jelas Jos.
Ia menyarankan, sudah saatnya bank sentral menyapih biro kredit yang ada menjadi lembaga independen untuk mendukung percepatan pertumbuhan industri.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pernah melakukan hal serupa, dengan melepas divisi perdagangan menjadi bursa. Lalu sahamnya dimiliki anggota bursa dan emiten. Hasilnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa menjadi besar seperti saat ini.
Jos berharap, nantinya saham biro kredit independen akan dimiliki oleh pelaku industri keuangan.
Dia mengakui, untuk membangun biro kredit yang independen butuh waktu panjang. Terutama untuk penyusunan dan pembahasan UU. "Tapi kalau tidak dimulai, Indonesia akan semakin tertinggal oleh negara-negara lain," ujarnya.
Apalagi, biro kredit dinilai bisa menjadi jawaban bagi persoalan industri, seperti suku bunga dan penyaluran kredit. Ujung-ujungnya perbankan nasional bisa lebih optimal mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. "Jangan cuma memaksa perbankan menurunkan suku bunga. Tapi, bagaimana meningkatkan aktivitas ekonomi dengan memberi jalan bagi bank memperluas cakupan pemberian dana," kata Jos.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News