Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) masih menjadi momok menakutkan bagi perbankan. Di kuartal IV tahun ini, para bankir mulai mencemaskan NPL sektor manufaktur dan perdagangan. Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Juli 2016, NPL dua sektor ini masing-masing sebesar 3,9% dan 4,25%. Besaran NPL itu di atas NPL industri perbankan yang sebesar 3,18%.
Beberapa bankir menyebut macetnya pembayaran debitur di industri otomotif dan tekstil memicu kenaikan NPL. PT Bank Mandiri Tbk misalnya. Di akhir semester I, NPL sektor perdagangan tercatat sebesar 13,68% atau naik 41,27 basis poin (bps) secara tahunan. Sedangkan NPL sektor manufaktur sebesar 10,81% atau naik 335 bps.
Menurut Director Risk Management and Compliance PT Bank Mandiri Tbk Ahmad Siddik Badruddin, NPL kedua sektor itu membaik di kuartal III. Namun, Mandiri masih waspada karena penjualan mobil nasional belum membaik. Setali tiga uang, PT Bank Central BCA Tbk (BCA) pun mencatatkan NPL tinggi di kedua sektor tersebut.
Di akhir Juni, NPL sektor perdagangan dan manufaktur bank milik Grup Djarum ini tercatat masing-masing sebesar 3,21% dan 1,02%. Tapi, Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja menyebut, NPL sektor perdagangan dan manufaktur sudah relatif turun dalam tiga bulan terakhir.
Awasi ketat
Pada kuartal IV 2016 dan tahun depan, bankir mengaku masih mengawasi ketat pergerakan NPL di sektor perdagangan dan manufaktur. Siddik menyatakan, Bank Mandiri bakal memantau permintaan ekspor yang sangat memengaruhi laju bisnis dua sektor itu. “Strategi Mandiri adalah merestrukturisasi dan melakukan penanganan lebih awal,” ujar Siddik, kemarin.
Meski NPL meningkat, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan, kredit perdagangan dan manufaktur masih memiliki prospek positif di tahun depan. Hanya saja, “OJK ingin bank masih mewaspadai NPL di kedua sektor ini,” ujar Muliaman. Sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengimbau perbankan agar mengerem penyaluran kredit ke sektor tambang batubara, meski harga batubara sejak awal tahun hingga Oktober ini sudah meningkat 30%.
Rekomendasi LPS, kenaikan harga batubara bisa dimanfaatkan bank untuk merestrukturisasi kredit bermasalah, bukan untuk ekspansi. Secara industri, kredit bermasalah di sektor pertambangan melonjak dari 3% di Agustus 2015 menjadi 6,26% per Agustus 2016. Kredit bermasalah di sektor konstruksi juga melonjak, mencapai 4,7% per Juli, atau hampir menyentuh batas maksimal 5%. Meski begitu, kredit konstruksi masih menjadi idola perbankan di 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News