Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
Tak cuma kreditur DMDT yang tengah menyiapkan upaya restrukturisasi, bank yang jadi kreditur DDST juga siapkan langkah serupa. Apalagi penurunan rating obligasi DMDT disebabkan oleh kegagalan DDST membayar bunga dan pokok pinjaman sindikasinya senilai US$ 11 juta.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI, anggota indeks Kompas100) diketahui ikut berpartisipasi dalam sindikasi ke DDST dengan nilai Rp 301 miliar. Adapula pinjaman lain dari BNI ke DDST secara bilateral senilai Rp 158 miliar. Sehingga total exposure kredit BNI mencapai Rp 459 miliar.
“Kami tidak menutup mata dengan kondisi Duniatex, dan bisa kami siapkan untuk masuk Pra-NPL. Namun saat ini masih di kolektibilitas 1,” kata Direktur Manajemen Resiko BNI Bob Tyasika Ananta, Selasa (23/7) di Jakarta.
Ia bilang penurunan status kredit tersebut akan disesuaikan dengan upaya restrukturisasi yang tengah ditempuh Duniatex kini. Sebab BNI pun telah bertemu dengan pemilik Duniatex Group guna membahas restrukturisasi.
Baca Juga: Bank Mandiri kaget anak usaha Duniatex gagal bayar utang
Meski demikian Bob bilang, exposure kredit BNI tergolong aman sebab bank berlogo angka 46 ini memegang jaminan berupa tanah, pabrik dan bangunan dengan rasio 250%-300% dari nilai pinjaman kredit yang disalurkan.
Hal senada juga turut diungkapkan Direktur Manajemen Resiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin. Dalam dalam transkrip analyst meeting Bank Mandiri, Rabu (17/7) yang dipublikasikan Thomson Reuters, Sabtu (20/7) Siddik bilang perseroan telah memegang jaminan dengan nilai mencapai 160% dari exposure kreditnya.
“Sepertinya kami yang memegang jaminan paling besar setelah Eximbank. Kami juga telah bertemu dengan pemilik Duniatex sejak awal minggu lalu, dan saya pikir solusi untuk restrukturisasinya kelak juga akan didiskusikan dengan 40 kreditur lainnya,” katanya.
Baca Juga: Kredit bank pelat merah tersangkut di Duniatex Group
Dalam rekam jejaknya, Bank Mandiri sempat memiliki exposure kredit hingga Rp 5,5 triliun. Sedangkan hingga akhir tahun nilainya berkurang hingga Rp 3,5 triliun.
Nilai tersebut juga terus berkurang hingga Juli sehingga tinggal menyisakan Rp 2,2 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News