Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan terus memonitoring kredit terdampak pandemi Covid-19. Lantaran, sesuai dengan ketentuan OJK yang menganggap kredit direstrukturisasi dinyatakan sebagai kredit lancar hingga Maret 2023.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mencatatkan sebesar Rp 6,8 triliun dari kredit terdampak Covid-19 yang sudah direstrukturisasi benar-benar sudah tidak bisa diselamatkan sehingga statusnya diturunkan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
Sejak awal pandemi Covid-19, BRI telah melakukan restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 246 triliun dari 2,9 juta lebih debitur. Hingga Februari 2022, jumlah outstanding restrukturisasi tersebut sudah turun menjadi Rp 149,1 triliun.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, penurunan outstanding tersebut karena sebanyak Rp 69,37 triliun kredit sudah bisa membayar sesuai dengan ketentuan restrukturisasi. Lalu sebanyak Rp 21,4 triliun sudah benar-benar sehat tanpa harus berobat jalan. "Adapun yang benar-benar sudah tidak bisa diselamatkan mencapai Rp 6,8 triliun," ungkapnya.
Baca Juga: Bank Targetkan Nasabah Baru di 2022
Seluruh kredit yang direstrukturisasi tersebut dimasukkan dalam status Loan at Risk (LAR) dan dikelola dengan baik. Sunarso bilang, pihaknya telah melakukan pencadangan sangat besar untuk mengantisipasi manakala kredit restrukturisasi tersebut benar-benar tidak bisa diselamatkan.
Pencadangan yang dialokasikan BRI tidak hanya terhadap NLP saja tetapi juga terhadap LAR. Coverage ratio yang dibentuk BRI terhadap NPL secara bank only mencapai 278% dan secara konsolidasi lebih dari 280%. Sementara pencadangan terhadap LAR yang sudah dibentuk mencapai 35%.
PT Bank OCBC NISP Tbk mencatatkan seiring dengan pulihnya pandemi tren restrukturisasi terus turun dari Rp 19 triliun di 2020 menjadi Rp 16,9 triliun di 2021. Adapun restrukturisasi akibat pandemi ini menyumbang 12% dari total penyaluran kredit persero pada tahun lalu senilai Rp 120,8 triliun.
Direktur Bank OCBC NISP Hartati menyatakan 10% dari total kredit yang direstrukturisasi telah jatuh menjadi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Artinya, sebanyak Rp 1,69 triliun kredit yang direstrukturisasi telah menjadi NPL.
“Kami terus berusaha memonitor perkembangan debitur untuk memastikan debitur bisa melalui pandemi ini dengan baik, sehingga bisa memenuhi kewajibannya,” ujarnya pada Selasa (5/4).
Baca Juga: Tingkatkan Jumlah Simpanan, Perbankan Luncurkan Produk Tabungan
OCBC NISP juga telah melakukan antisipasi dengan meningkatkan rasio cadangan penurunan nilai kredit (CKPN) terhadap NPL dari 233,8% di 2020 menjadi 265,4% di 2021. Hartati menyatakan akan menjaga NPL tetap berada di bawah 3% di sepanjang 2022.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menyatakan loan at risk (LAR) secara bank only berada di level berada di level 17,75% di 2022. Turun dari posisi 2020 di level 22,3%.
Adapun portfolio restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di Bank Mandiri telah turun menjadi Rp 69,7 triliun di Desember 2021. Nilai itu terus turun dari total kredit yang sudah dapat kelonggaran sebesar Rp 138 triliun.
“Berdasarkan standar akuntansi IFRS, maka yang termasuk high risk itu sekitar 11%, yang betul-betul tidak bisa bangkit lagi ada 3% yang akan kita jatuhkan ke NPL,” ujar Darmawan belum lama ini.
Artinya, sebanyak Rp 2,09 triliun restrukturisasi kredit akan menjadi NPL. Darmawan menjelaskan, sebenarnya berdasarkan POJK 17 tahun 2021, kredit tersebut diakui sebagai kredit lancar. Namun, Bank Mandiri memilih untuk menjadikan NPL guna menghadapi kondisi yang kembali normal dan tangan di 2023.
Seiring dengan itu, Bank Mandiri melakukan CKPN sebesar Rp 15,2 triliun termasuk untuk kredit restrukturisasi. Sedangkan cost of credit (CoC) Bank Mandiri turun dari 2,2% menjadi jadi 1,9%.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) mencatatkan outstanding restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 terus turun seiring dengan mulai pulihnya kondisi perekonomian nasional. Hingga Februari 2022, outstanding restrukturisasi Covid-19 di bank spesialis Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) ini telah turun 3,7% dari posisi akhir 2021 sebesar Rp 40,39 triliun.
Direktur Wholesale Risk and Asset Management BTN Elisabeth Novie Riswanti mengatakan, debitur restrukturisasi Covid-19 tersebut terus dilakukan penilaian secara periodik.Ia memroyeksikan sampai dengan akhir tahun 2023 yang akan downgrade ke NPL di kisaran 5% dari total restrukturisasi Covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News