kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Bankir minta premi restrukturisasi tidak besar


Rabu, 12 Juli 2017 / 13:07 WIB
Bankir minta premi restrukturisasi tidak besar


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Dessy Rosalina

JAKARTA. Pembahasan soal besaran premi restrukturisasi perbankan (PRP) masih alot. Nantinya diskusi final terkait premi PRP ini akan tertuang dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan akan adanya peningkatan premi PRP yakni sebesar 0,05% dari total simpanan. Rencana ini menuai pro dan kontra di kalangan perbankan.

Ambil contoh PT Bank OCBC NISP Tbk yang menghimbau agar LPS tidak meningkatan premi, karena hal tersebut dinilai akan dapat meningkatkan beban bunga bagi bank. Direktur OCBC NISP, Rama Pranata Kusumaputra mengatakan saat ini perbankan telah dikenakan fee oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebanyak 0,045% dari total aset. 

Belum lagi ditambah premi LPS sebesar 0,2% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK). Menurutnya, besaran fee dan premi yang telah ditetapkan saat ini sudah sangat sesuai.

"Bila memungkinkan, diusahakan tidak ada lagi tambahan beban bagi perbankan di kemudian hari, ini untuk mendukung perbankan yang lebih efisien," kata Rama kepada KONTAN, Selasa (11/7).

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Haryono Tjahjarijadi menilai pihaknya tetap akan menjalankan keputusan dan aturan yang akan dietapkan oleh regulator secara maksimal.

Kendati demikian, lanjut Haryono Ia menilai jika premi dinaikan jelas akan membebani perbankan. Padahal, regulator saat ini meminta agar industri perbankan ditambah persaingan ekonomi yang semakin ketat di masa mendatang dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di tahun 2020.

Belum lagi, ada kemungkinan jika premi dinaikan maka perbankan akan membebankan biaya tersebut kepada debitur. Meski begitu, Haryono menilai kalaupun aturan tersebut diterapkan, industri perbankan sudah memiliki strategi tersendiri untuk menanggulangi kenaikan beban biaya.

"Antar bank juga bersaing, kalau semua dibebankan ke debitur, bank tidak akan bersaing. Artinya, porsi biaya bank akan naik juga," jelasnya.

Sebagai informasi saja, sebelumnya LPS sudah mempunyai beberapa perhitungan terkait dengan perhitungan premi restrukturisasi. Pertimbangan awalnya adalah premi ini diharapkan bisa sebesar 2% sampai 3% dari produk domestik bruto (PDB).

Adapun, dalam berita yang dimuat Kontan.co.id, Selasa (11/7) Anggota Dewan Komisioner LPS, Destry Damayanti menyebut mengacu pada masukan Perbanas dan beberapa lembaga, maka premi PRP ini diperkirakan 0,05% dari total simpanan atau DPK.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×