Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan sektor perbankan masih besar di tengah ancaman potensi terjadinya resesi global tahun depan. Kendati begitu, perbankan optimis penyaluran kredit akan tetap ekspansif.
Sejumlah bankir menyebutkan pertumbuhan kredit tahun 2023 kurang lebih akan sama dengan capaian pada tahun. Mereka melihat masih ada sektor-sektor bisa yang potensial tumbuh dan menjadi penopang pertumbuhan kredit.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) memperkirakan pertumbuhan kredit tahun depan kurang lebih sama dengan pertumbuhan tahun ini karena masih ada bisnis-bisnis yang berpeluang tetap tumbuh ke depan.
Tahun ini, BCA menargetkan kredit tumbuh 8%-10%. Namun, capaiannya hingga kuartal III sudah melampaui target. Portofolio kredit perseroan per September 2022 mencapai Rp 682 triliun atau tumbuh 12,6% secara tahunan atau year on year (YoY).
Baca Juga: BRI Catat Pertumbuhan Outstanding Kartu Kredit 26% per Agustus 2022
"Kami optimis dengan pertumbuhan tahun depan. Kalau melihat kredit BCA yang sudah naik 12,6% YoY, mudah-mudahan dengan persentase yang kurang lebih sama bisa kita capai tahun 2023 walaupun kita tahun tantangannya ada," kata Jahja Setiaatmadja Presiden Direktur BCA, Kamis (20/10).
Jahja bilang, tidak mudah melakukan proyeksi sektor mana yang masih akan prospektif dalam menopang pertumbuhan kredit tahun depan. Namun, ia meyakini bahwa sektor konsumsi dan pariwisata menjadi salah satu yang punya prospek cerah.
Sektor konsumsi dinilai menarik karena Indonesia dengan penduduk 250 juta tentu membutuhkan makan dan minum. Adapun sektor terkait pariwisata dinilai menarik karena sudah ada beberapa negara yang membuka penerbangannya untuk Indonesia. Menurut Jahja, sektor swasta akan diuntungkan dari transaksi net foreign exchange.
Haru Koesmahargyo, Direktur Utama BTN juga masih menyakini bahwa kredit perseroan tahun depan akan tetap tumbuh karena kebutuhan akan perumahan masih sangat besar.
"Untuk target memang kami masih perlu melihat lingkungan moneter, perkembangan inflasi, dan lain-lain. Masih kami kaji, tetapi menurut saya tahun depan pertumbuhan kredit tidak akan jauh berbeda dari tahun ini," kata Haru pada Kontan.co.id baru-baru ini.
Ia menjelaskan permintaan bisa dipengaruhi oleh bunga kredit dan likuiditas. Dua aspek sudah diperhatikan BTN. Terkait likuiditas, perseroan sudah punya strategi untuk mengamankannya dalam jangka panjang lewat kerjasama partnership dengan lembaga atau korporasi dalam penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
Selain melakukan kerjasama terkait penyaluran KPR subsidi yang merupakan program pemerintah, BTN juga melakukan kerjasama dengan lembaga lain seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BP Tapera untuk menyalurkan KPR kepada pada penerima manfaat di masing-masing lembaga.
"Partnership yang sudah berjalan saat ini ada Tapera dan BPJS Ketenagakerjaan. Nanti akan ada lagi kerjasama dengan lembaga-lembaga lain. Skema seperti ini mendatangkan manfaat bagi BTN dalam penyediaan likuiditas yang sepadan dengan umur KPR. Sehingga isu likuiditas sudah bisa kita tangani," jelas Haru.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) bahkan optimistis pertumbuhan kredit 2023 masih bisa lebih tinggi dari tahun ini yang ditargetkan tumbuh 9%-11%.
Baca Juga: Kuartal III 2022, Pembiayaan BTPN Syariah Naik 11% Menjadi Rp 11,35 Triliun
Aestika Oryza Gunarto, Sekretaris Perusahaan BRI mengatakan pihaknya optimistis karena industri perbankan yang saat ini berada pada kinerja yang solid, memiliki likuiditas yang memadai, modal yang kuat dan kualitas kredit yang terjaga.
"Pendorong utama pertumbuhan kredit BRI masih pada segmen UMKM, utamanya segmen ultra mikro dan mikro yang diyakini dapat tumbuh dobel digit,"ujarnya.
Sedangkan Bank Mandiri dan CIMB Niaga memperkirakan pertumbuhan kredit tahun depan akan sedikit lebih rendah dari capaian ekspansi tahun ini.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan, proyeksi kredit tahun depan tidak akan setinggi tahun ini yang ditargetkan tumbuh 11% karena faktor kemungkinan normalisasi kebijakan yang akan dilakukan regulator dan kenaikan suku bunga.
"Perbankan ke depan harus mewaspadai perkembangan rasio kredit non performing loan (NPL) dan kecukupan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) pada kredit-kredit restrukturisasi Covid-19," ujarnya.
Adapun sektor bisnis yang masih akan berpeluang tumbuh ke depan menurut bank ini adalah telekomunikasi, jasa kesehatan, sektor terkait program hilirisasi, sektor makanan-minuman, utilities (listrik, air dan gas), hingga sektor pemerintahan. Sektor komoditas juga masih memiliki prospek yang baik dan menguntungkan bagi bisnis meskipun harga komoditas mulai terkoreksi.
Senada, Lani Darmawan Presiden Direktur CIMB Niaga memperkirakan pertumbuhan pinjaman tidak akan sekencang tahun ini mengingat tantangan ekonomi global yang maish berat. Adapun sektor yang masih menarik tahun depan untuk pembiayaan menurutnya adalah ritel, fast moving consumer goods (FMCG), sektor energi, kesehatan, serta perdagangan, terutama perdagangan domestik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News