Reporter: Feri Kristianto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengusulkan, agar keberadaan konsorsium asuransi proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) dikaji ulang. Sebab, banyak resiko yang seharusnya jadi tanggung jawab pemerintah, namun menjadi tanggungjawab TKI.
Selain itu, tidak semua profil resiko yang bisa di-cover perasuransian karena bertentangan dengan undang-undang perasuransian. Konsorsium TKI saat ini menanggung 13 resiko yang dialami oleh TKI.
Menurut Isa Rachmatarwata, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, sebanyak enam resiko bisa ditangani oleh asuransi. Antara lain, resiko meninggal dunia, sakit, kecelakaan kerja, hilangnya akal budi, masalah hukum, serta resiko selama perjalanan.
Sedangkan resiko yang harusnya bukan tanggung jawab konsorsium ada lima. Antara lain, resiko TKI tidak dibayar, gagal penempatan, pemutusan hak kerja (PHK) dan pemindahan tempat kerja tanpa persetujuan TKI. Sementara dua resiko lain yang tidak bisa di-cover asuransi adalah pemerkosaan dan deportasi.
"Jadi menurut kami ada enam yang layak di-cover konsorsium, dan lima menjadi tanggung jawab pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) bahkan pemerintah," kata Isa saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR-RI, pada Senin (10/9).
Isa menambahkan, hal-hal yang perlu dikaji seperti, tanggung jawab pialang dalam hal memberikan pelayanan juga perlu ditegaskan. Masalah pengaturan besaran maksimum komisi juga perlu ditinjau sebab jika terlalu besar akan merugikan TKI. Terakhir soal keberadaan perwakilan anggota konsorsium di negara lain.
Julian Noor, Direktur Asosiasi Asuransi Umum (AAUI) menjelaskan, pihaknya meminta bantuan agar kesempatan asuransi membuka perwakilan di luar negeri dimudahkan. "Kami kesulitan bangun perwakilan di luar negeri," keluh Julian. Hadir dalam rapat dengar pendapat kemarin Benny Waworuntu Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Maryoso Sumaryono salah satu anggota AAJI dan Julian Noor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News