Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendapatan bunga bersih alias net interest income (NII) perbankan mulai tergerus akibat efek penurunan bunga. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) misalnya mencatat per Agustus 2019 total NII hanya naik 3,27% secara year on year (yoy) menjadi Rp 255,54 triliun.
Penyebabnya tak lain disebabkan pertumbuhan bunga perbankan masih jauh lebih rendah dari beban bunga. Catatan OJK secara industri total pendapatan bunga baru naik 13,16% yoy menjadi Rp 550,39 triliun. Sedangkan beban bunga naik 23,4% dari Rp 238,92 triliun per Agustus 2018 menjadi Rp 294,85 triliun di periode Agustus 2019.
Sejumlah bank besar juga mengamini hal tersebut, ambil contoh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) yang mencatatkan NII hanya naik 4,6% yoy per September 2019 menjadi Rp 60,57 triliun.
Baca Juga: Fee Based Income (FBI) bank melaju kencang
Disebabkan oleh peningkatan beban bunga yang tumbuh tinggi 23,3% yoy menjadi Rp 30,2 triliun. Sementara pendapatan bunga hanya naik 10,2% yoy menjadi Rp 90,78 triliun.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo menjelaskan, memang secara umum bank besar di negara berkembang memang mengalami penyusutan margin bunga.
Ia juga menggambarkan posisi net interest margin (NIM) BRI yang turun cukup tinggi dari 7,4% per September 2018 menjadi 6,81% di tahun ini.
"Kami berusaha menormalisasi dari kuartal II 2019 6,79%," terangnya, Kamis (24/10) lalu. Pada Desember 2019 diperkirakan NIM bisa kembali ditingkatkan ke angka 6,81%. Salah satu caranya dengan melakukan normalisasi suku bunga secara bertahap.
Baca Juga: Kejar Efisiensi, Bank Menggenjot Pendapatan Komisi
Namun, bank nomor wahid dari sisi aset ini mengisyaratkan bahwa sulit untuk perbankan kembali menggenjot pendapatan bunga setinggi periode tahun 2014. Hal ini menurut Haru merupakan pertanda bahwa industri perbankan di Indonesia mulai luas.
Tak cuma BRI, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga mengalami hal serupa. Terlihat dari laporan keuangan perusahaan yang mencatatkan NII per September 2019 yang hanya naik 3,3% yoy menjadi Rp 26,87 triliun. Kecilnya pertumbuhan NII juga ditandai dari meningkatnya biaya dana atau cost of fund (CoF) perseroan sebesar 40 basis poin menjadi 3,2%.
Menurut Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta hal tersebut masih cukup positif. Sebabnya pertumbuhan bunga BNI mampu tumbuh sebesar 10,3% secara yoy per kuartal III 2019.
Baca Juga: Bunga Acuan Terus Turun, Ini Rekomendasi Analis untuk Saham Bank CIMB Niaga (BNGA)
Hal ini terutama ditopang dari penyaluran kredit yang tumbuh 14,4% yoy dibandingkan posisi September 2018 menjadi Rp 525,6 triliun. "Pertumbuhan BNI lebih tinggi dibandingkan industri yang tumbuh sekitar 8,6% yoy," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (25/10).
Bank berlogo 46 ini memproyeksikan pendapatan bunga masih bisa tumbuh seiring dengan proyeksi kenaikan kredit. Perseroan juga sudah melakukan optimalisasi portofolio aset dengan yield tinggi sambil mengoptimalkan liabilitas.
Bukan cuma bank besar saja, kelompok BUKU III seperti PT BPD Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) pun mengamini kalau NII memang relatif melambat. Terbukti per kuartal III 2019 perseroan mencatat NII hanya naik 5,81% yoy menjadi Rp 1,01 triliun.
Baca Juga: Laba BRI dan BNI di kuartal III 2019 hanya tumbuh satu digit, apa penyebabnya?
Hal ini disebabkan pertumbuhan beban bunga yang cukup tinggi mencapai 28,94% yoy sedangkan pendapatan bunga baru naik 12,15% yoy.
Menurut Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha pencapaian tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata industri. "Hal ini dikarenakan kredit tumbuh tinggi 14,07% dibandingkan industri," katanya.
Perseroan meramal kondisi perlambatan NII memang akan terus berlanjut sampai akhir tahun. Pihaknya memproyeksi NII Bank Jatim pun diprediksi satgnan sampai pengujung 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News