Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengeluarkan aturan mengenai penghitungan rasio likuiditas baru. Dengan aturan ini diharapkan rasio likuiditas bank bisa menjaga rasio likuiditas di angka 80%-92%.
Dody Budi Waluyo, Asisten Gubernur merangkap Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI bilang ada dua poin menyempurnaan rasio likuiditas bank.
"Pertama adalah rasio intermediasi makroprudensial untuk bank umum dan bank syariah," kata Dody, Kamis (18/1). Rasio intermediasi makroprudensial pada bank umum berlaku 16 Juli 2018 sedangkan untuk bank dan unit usaha syariah 1 Oktober 2018.
Untuk penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) juga dibagi menjadi dua yaitu untuk bank umum konvensional dan bank umum syariah.
Unuk bank umum konvensional, persentase kepemilikan surat berharga dari Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Di antaranya, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan Surat Berharga Negara (SBN).
Bank bank umum yang mempunyai unit usaha syariah, penyangga likuiditas makroprudensial akan memperhitungkan surat berharga dan DPK milik bisnis syariah.
Besarannya adalah 4% dari DPK rupiah. Penyangga likuiditas makroprudensial akan berlaku pada 16 Juli 2018.
Sedangkan untuk bank umum syariah persentase kepemilikan surat berharga bank umum syariah dari DPK bisa digunakan dalam operasi pasar terbuka. Di antaranya, adalah instrumen SBN dan SBSN.
Aturan penyangga likuiditas makroprudensial untuk bank umum syariah akan berlaku pada 1 Oktober 2018.
Dari kedua poin tersebut, dalam kondisi tertentu. Untuk memenuhi likuiditas bank bisa merepokan ke BI dalam operasi pasar terbuka paling banyak sebesar 2%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News