Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak pandemi Covid-19 masih memberikan dampak bagi sektor keuangan terutama industri perbankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
POJK perpanjangan kebijakan stimulus covid di sektor perbankan ini dikeluarkan setelah mencermati perkembangan dampak ekonomi berkaitan penyebaran Covid-19 yang masih berlanjut secara global maupun domestik. Regulator memperkirakan pandemi akan berdampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur serta meningkatkan risiko kredit perbankan.
“POJK ini juga ditujukan sebagai langkah antisipatif dan lanjutan untuk mendorong optimalisasi kinerja perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan menghindari terjadinya moral hazard,” mengutip pernyataan resmi OJK pada Jumat (11/12).
Baca Juga: Gandeng Asuransiku.id, BRI Insurance pasarkan asuransi kendaraan dan properti
Sebelumnya, OJK pada Maret 2020 telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 atau POJK Stimulus COVID-19.
Aturan itu berlaku sampai dengan 31 Maret 2021 sebagai quick response dan forward looking policy atas dampak penyebaran Covid-19. Dengan terbitnya POJK 48/POJK.03/2020 ini maka kebijakan stimulus ini akan berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2022.
Hingga 9 November 2020, realisasi restrukturisasi kredit sudah mencapai Rp 936 triliun yang diberikan kepada 7,5 juta debitur. Jumlah itu terdiri dari debitur UMKM sebanyak 5,8 juta debitur dengan nilai restrukturisasi sebesar Rp 371,1 triliun dan 1,7 juta debitur non UMKM senilai Rp 564,9 triliun.
Pokok-pokok pengaturan dalam POJK stimulus Covid-19 berupa kebijakan relaksasi bagi debitur yang terkena dampak COVID-19 masih tetap berlaku, antara lain mencakup penilaian kualitas kredit maupun pembiayaan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok maupun bunga hingga Rp10 miliar. “Lalu penetapan kualitas kredit/pembiayaan menjadi Lancar setelah direstrukturisasi. Juga pemisahan penetapan kualitas untuk kredit/pembiayaan baru,” lanjut OJK.
Adapun dalam POJK Perubahan atas POJK Stimulus COVID-19 ini terdapat penyesuaian pengaturan untuk memastikan penerapan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian bagi bank dalam menerapkan kebijakan tersebut, serta kebijakan terkait dengan permodalan dan likuiditas bank.
Baca Juga: Merger bank BUMN syariah diberi nama Bank Syariah Indonesia (BRIS)
Aturan ini bakal menyesuaikan beberapa hal bagi perbankan. Pertama, bank wajib menerapkan manajemen risiko antara lain memiliki pedoman untuk menetapkan debitur yang terkena dampak.
Juga melakukan penilaian terhadap debitur yang mampu terus bertahan dari dampak Covid-19 dan masih memiliki prospek usaha; membentuk cadangan untuk debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah dilakukan restrukturisasi kredit.
Serta mempertimbangkan ketahanan modal dengan memperhitungkan tambahan pembentukan cadangan untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit/pembiayaan restrukturisasi dalam hal bank akan melakukan pembagian dividen dan/atau tantiem. Lebih lanjut melakukan uji ketahanan secara berkala terhadap potensi penurunan kualitas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi dan pengaruhnya terhadap likuiditas dan permodalan bank.
Kedua, Ketentuan restrukturisasi; kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi dikecualikan dari perhitungan aset berkualitas rendah (KKR) dalam penilaian tingkat kesehatan bank bagi BUK/BUS/UUS. Bank dapat menyesuaikan mekanisme persetujuan restrukturisasi kredit/pembiayaan sepanjang tetap memenuhi prinsip kehati-hatian.
Bank harus melakukan penilaian terhadap kemampuan debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 untuk dapat bertahan sampai dengan berakhirnya POJK ini. Penilaian dimaksud akan berdampak terhadap penilaian kualitas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi dimaksud.
Baca Juga: Nama baru hasil merger 3 bank syariah BUMN akhirnya diumumkan
Ketiga, bank dapat menerapkan kebijakan likuiditas dan permodalan sebagai dampak penyebaran COVID-19 yang terdiri atas: BUK yang termasuk dalam kelompok BUKU 3, BUKU 4, dan bank asing dapat menyesuaikan batas bawah pemenuhan liquidity coverage ratio dan net stable funding ratio dari 100% menjadi 85% sampai dengan tanggal 31 Maret 2022.
Kemudian BUK atau BUS dapat menyediakan dana pendidikan kurang dari 5% (lima persen) dari anggaran pengeluaran sumber daya manusia untuk tahun 2020 dan 2021. BUK, BUS, atau UUS dapat menetapkan kualitas agunan yang diambil alih yang diperoleh sampai dengan tanggal 31 Maret 2020 berdasarkan kualitas agunan yang diambil alih posisi akhir bulan Maret 2020.
Selain itu, BUK atau BUS yang termasuk dalam kelompok BUKU 3 dan BUKU 4 dapat tidak memenuhi capital conservation buffer sebesar 2,5% dari aset tertimbang menurut risiko. Penerapan kebijakan dimaksud harus berdasarkan persetujuan OJK.
Selanjutnya: Bank syariah BUMN mau dimerger, sejumlah kantor cabang mesti direlokasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News