Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
Direktur PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) EFdinal Alamsyah juga mengaku saat ini perseroan belum membutuhkan tambahan likuiditas. Apalagi Efdinal bilang perseroan justru aktif menempatkan dana dalam pasar uang antar bank (PUAB).
“Kami tidak memiliki masalah likuiditas saat ini, jika memang bermasalah kelak pemegang saham juga punya komitmen membantu likuiditas. Apalagi tahun ini kami juga akan rights issue Rp 500 miliar,” katanya kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Jadi bank gagal, salah satu risiko bank pelaksana program pemulihan ekonomi
Tak cuma buat bank pelaksana, bank jangkar juga punya risiko atas skema ini, meskipun memang tak sebesar bank pelaksana. kegagalan pembayaran bank pelaksana bakal membuat bank jangkar kehilangan pendapatan, sementara di sisi lain, mereka akan tetap membayar bunga penempatan dana pemerintah.
“Bank peserta menerima penempatan dana, dan membayar (bunga) kepada pemerintah. Penjaminan LPS sifatnya risk sharing dengan bank peserta, ini justru untuk menghindari moral hazard, dimana dana pemerintah asal disalurkan kepada bank pelaksana,” lanjut Anto.
Perihal risiko ini pula yang saat ini masih ditunggu kejelasannya oleh sejumlah calon bank jangkar. Cari penelusuran KONTAN cuma empat bank Himpunan Bank Negara (Himbara), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang memiliki kans terbesar menjadi bank jangkar.
“Kami masih menunggu aturan pelaksanaannya, terutama soal risiko penyaluran likuiditasnya. Jangan sampai bank peserta juga memiliki risiko tambahan, karena saat pandemi seperti ini kami juga masih memiliki tiga restrukturisasi,” kata Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Pahala Mansury, Jumat (15/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News