kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.846   -106,00   -0,67%
  • IDX 7.462   -30,39   -0,41%
  • KOMPAS100 1.155   -4,60   -0,40%
  • LQ45 914   -6,43   -0,70%
  • ISSI 227   0,61   0,27%
  • IDX30 470   -4,56   -0,96%
  • IDXHIDIV20 567   -5,69   -0,99%
  • IDX80 132   -0,48   -0,36%
  • IDXV30 141   0,34   0,24%
  • IDXQ30 157   -1,24   -0,78%

BI akan bentuk working group untuk bentuk PBI devisa hasil ekspor


Rabu, 21 September 2011 / 17:05 WIB
BI akan bentuk working group untuk bentuk PBI devisa hasil ekspor
ILUSTRASI. Kurs dollar-rupiah di BRI hari ini Rabu 18 November, intip sebelum tukar valas. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan membentuk kelompok kerja (working group) bersama kalangan pengusaha dan perbankan terkait pemberlakuan PBI Devisa Hasil Ekspor. Kesepakatan ini diambil setelah BI menggelar pertemuan dengan asosiasi, eksportir, dan debitur utang luar negeri hari ini, Selasa, (21/9).

"PBI ini kan belum selesai. Tidak dipungkiri nantinya ada masalah teknis di lapangan. Ini supaya penerapannya nanti lebih efektif. Dari pertemuan tadi ada pemikiran kita akan buat working group antara BI, perbankan, dan pengusaha," ujar Kepala Biro Humas BI Difi Johansyah, Rabu (21/9).

Dalam kesempatan tersebut pengusaha bertanya seputar apakah ada potensi capital control, kesiapan pihak bea cukai, serta penerapan sanksi.

Sekadar mengingatkan beleid baru tersebut akan efektif pada 1 Oktober. BI memberi tenggang waktu sampai Desember sebagai masa penyesuaian tanpa sanksi. Namun, mulai 2 Januari 2012, eksportir wajib menjalankan aturan tersebut.

Di tahun 2012, eksportir masih diberi waktu enam bulan untuk mengirimkan devisa hasil ekspornya sejak tanggal dokumen pengiriman ekspor barang (PEB). Tapi di tahun 2013, devisa hasil ekspor harus masuk dalam waktu tiga bulan sejak tanggal PEB.

Eksportir yang melanggar akan menerima sanksi berupa denda sebesar 0,5% dan disetor ke rekening kas negara. Minimal Rp 10 juta, maksimal Rp 100 juta.

Difi memaparkan, dalam pertemuan tersebut perwakilan pengusaha datang dari berbagai bidang. Mulai dari pertambangan, telekomunikasi, komoditas, tekstil, energi, otomotif, manufaktur, sampai kimia.

"Dalam pertemuan tadi Pak Gubernur menegaskan tidak ada capital control. Tidak seperti di Malaysia yang mewajibkan devisa harus tinggal lama dalam waktu tertentu dan tidak seperti di Thailand yang harus dikonversi ke mata uang lokal," ujar Difi.

Sementara itu, mengenai sanksi BI juga tak serta merta menjatuhkan sanksi tanpa mendengarkan lebih dulu penjelasan pengusaha mengenai alasan keterlambatan. Misalnya, bisa saja dari pihak bank salah melaporkan atau ada negara tujuan ekspor yang terlambat membayar.

"Intinya eksportir tadi mengharapkan ada semacam petunjuk teknis yang jelas dari BI agar pelaksanaan ini bisa dipahami sehingga tidak menimbulkan salah tafsir," terang Difi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×