Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sistem pembayaran Indonesia memasuki babak baru pasca bank Sentral meresmikan peluncuran BI Fast Payment. Lewat layanan ini transfer antar bank hanya Rp 2.500.
Meski tarif turun, bankir optimistis layanan ini akan membuat masyarakat meningkatkan transaksi transfer. Sehingga pendapatan berbasis komisi masih bisa tumbuh optimal.
Thomas Wahyudi, SVP Transaction Banking Retail Sales Bank Mandiri menyatakan BI Fast akan melengkapi berbagai fitur layanan transfer yang telah dimiliki. Sebelumnya, Bank Mandiri melayani layanan transfer SKN, RTGS, dan Transfer Online.
"BI Fast akan semakin mendorong minat nasabah untuk bertransaksi dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan berbasis komisi atau fee based income," ujar Thomas kepada Kontan.co.id, Selasa (21/12).
Untuk meningkatkan pendapatan fee based income, Bank Mandiri terus melengkapi layanan e-channel seperti di New Livin' by Mandiri dengan berbagai macam fitur baru. Juga aktif membuat berbagai macam program promo e-channel untuk meningkatkan transaksi nasabah.
Baca Juga: Sebanyak 21 Bank dan Unit Usaha Syariah Siap Jalankan BI Fast Tahap Awal
"Bank Mandiri telah mencatat perolehan laba bersih sebesar Rp 19,23 triliun, tumbuh 37,1% yoy dari sebelumnya Rp 14,03 triliun. Pencapaian ini juga didukung dari kontribusi pertumbuhan transaksi perbankan di antaranya dari berbagai fee transaction banking Bank Mandiri," jelas Thomas.
Termasuk di dalamnya layanan transfer, transaksi pembayaran dan pembelian. Juga berasal dari layanan perbankan seperti kredit dan biaya administrasi tabungan.
Direktur Teknologi Informasi Bank BTN Andi Nirwoto menyampaikan, dengan adanya BI Fast akan memudahkan dari nasabah. Lantaran layanan beserta fitur-fitur di dalamnya akan berlangsung dalam 24x7.
"Juga bisa menggunakan proxy, termasuk dari sisi biaya yang relatif lebih rendah. Dengan fitur ini harapannya jumlah transaksi akan bertambah sehingga dari sisi FBI akan tetap terjaga," papar Andi kepada Kontan.co.id.
Oleh sebab itu, BTN akan memantau dan menganalisa perkembangan transaksi BI Fast ini. Ia menargetkan pendapatan fee based income bisa tumbuh kisaran 25% ke depannya.
"Karena kami akan tetap terus melakukan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan FBI, khususnya dari transaction based melalui channel-chann digital yang terus kami kembangkan," tegasnya.
Direktur BCA Santoso Liem menyatakan sistem BI Fast akan diimplementasikan di berbagai platform BCA secara bertahap. Diulai pada platform myBCA, disusul dengan platform lainnya seperti KlikBCA, BCA mobile, dan ATM.
"Terkait implementasi BI Fast, kami melihat bahwa inisiatif baru ini akan memberikan kemudahan kepada nasabah dan diharapkan dapat mempercepat digitalisasi sistem keuangan dan berkontribusi terhadap akselerasi pemulihan ekonomi," papar Santoso
Ia menyebut ke depannya, BCA akan terus memperkuat ekosistem finansial, penyempurnaan dan modernisasi dari infrastruktur teknologi informasi. Guna mendukung keandalan dan keamanan berbagai layanan perbankan transaksi digital sehingga diharapkan dapat mendukung pertumbuhan bisnis perusahaan.
Baca Juga: BI Berharap Peluncuran BI Fast Bisa Mempercepat Pemulihan Ekonomi
"Perseroan mencatat pendapatan transaksi antar bank tumbuh sekitar 17%, sementara fee dan komisi meningkat 11,2% yoy hingga September 2021," tambahnya.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menilai penerapan tarif baru ini akan berdampak kepada FBI perbankan. Namun porsinya akan bergantung kepada penetapan tarif transfer lama.
"Kalau biaya lama Rp 2.750, maka tidak akan signifikan. Tapi jika di atas itu, maka cukup signifikan untuk bank bank besar yang jumlah nasabah dan jumlah transaksi yanh besar makan akan berdampak cukup besar juga," jelasnya kepada Kontan.co.id.
Ia menilai penurunan tarif pada sistem pembayaran akan bergantung terhadap kebijakan BI sebagai regulatornya. Ia yakin, perbankan bisa saja menekan biaya, meski tidak bisa terlalu jauh dari penetapan harga oleh BI sebelumnya.
Ia melihat penurunan tarif akibat implementasi BI Fast akan akan berdampak minim bagi perusahaan selain bank seperti switching.
"Dampaknya tidak akan signifikan, karena masih ada loyal customer yang lebih memilih proses yang simple melalui jaringan yang mereka percayai selama ini. Customer base mereka (switching) juga sudah terbentuk," paparnya.
Menurutnya, masih ada ceruk pasar dari layanan yang tidak bisa digarap atau dijangkau oleh bank. Inilah yang bisa dikerjakan oleh lembaga selain bank tersebut termasuk perusahaan switching.
BI Fast akan melayani transfer kredit individual untuk nasabah di seluruh Indonesia. Layanan ini akan terus diperluas mencakup transaksi ritel secara keseluruhan seperti bulk credit, direct debit, dan request for payment.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan terdapat 21 bank dan unit usaha syariah (UUS) yang sudah siap menjalankan BI Fast fase tahap awal per Selasa (21/12).
Mulai dari BTN, DBS Indonesia, Bank Permata, Bank Mandiri, Bank Danamon, CIMB Niaga, BCA, HSBC, UOB, Bank Mega, BNI, BSI, BRI, OCBC NISP, UUS BTN, UUS Permata, UUS CIMB Niaga, UUS Danamon, BCA Syariah, Bank Sinarmas, Citibank, hingga Bank Woori.
"Selanjutnya bagi calon peserta lainnya, baik bank, lembaga selain bank, atau pihak lainnya, terus kami dorong untuk bergabung dengan BI Fast pada tahap berikutnya. BI akan beri dukungan penuh dalam persiapan aspek SDM, teknologi, dan sistem agar sebegara bergabung," ujar Perry pada peluncuran BI Fast, Selasa (21/12).
Pada minggu keempat Januari 2022 nanti, akan bertambah 21 peserta lainnya yakni KSEI, Bank Sahabat Sampoerna, Bank Harda Internasional, Bank Maspion, KEB Hana, BRI Agroniaga, Ina Perdana, dan Bank Mantap.
Baca Juga: BI Resmikan Peluncuran BI Fast, Transfer Antar Bank Rp 2.500 Mulai Selasa (21/12)
Juga Bank Nobu, UUS Jatim, Jatim, Multi Artha Sentosa, Bank Mestika Dharma, Bank Ganesha, UUS OCBC NISP, bank Digital BCA, UUS Sinarmas, Bank Jateng, UUS Jateng, Standard Chartered, BPD Bali, dan Bank Papua.
"Kami harapkan, pada 2022 semua pelaku industri sudah bisa menjalankan BI Fast untuk keperluan rakyat. Sebagai pedoman BI Fast, BI sudah menerbitkan ketentuan penyelenggara BI Fast melalui Peraturan Anggota Dewan Gubernur yang sudah berlaku sejak 12 November 2021," paparnya.
Dalam aturan itu diatur aspek kepesertaan, penyelenggaran, operasional, dan kepatuhan dalam penyelenggaraan BI Fast. Ketentuan teknis dan mikro diatur oleh Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sebagai Self Regulating Organization (SRO) BI di bidang sistem pembayaran.
Bank sentral telah menerapkan harga BI Fast kepada peserta baik bank maupun nonbank senilai Rp 19 per transaksi. Sedangkan batas harga dari peserta ke pengguna atau nasabah maksimal Rp 2.500 per transaksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News