Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Saat ini, Bank Indonesia (BI) masih mengerjakan perbaikan cetak biru alias blueprint untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Target BI, BPR kelak juga memiliki klasifikasi permodalan yang berbeda, sehinga penerapan aturannya akan berbeda pula.
Direktur Direktorat Kredit BPR dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Bank Indonesia Ratna E. Amiaty mengatakan, BI akan membedakan BPR berdasarkan modal intinya menjadi tiga kelompok. Yaitu BPR kecil, BPR menengah, dan BPR besar.
Tapi Ratna masih enggan memerinci peraturan apa lagi yang akan masuk dalam blue print BPR itu. Dia juga belum bisa memastikan kapan blue print BPR akan meluncur. "Kami ingin menyelesaikannya secepatnya, saat ini rencana blue print itu belum mendapat persetujuan Dewan Gubernur, jadi, sabar ya." kata Ratna kepada KONTAN Kamis (2/4) kemarin.
Menurut Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Sawaludin, pengelompokan BPR berdasarkan modal akan memberikan dampak positif dan negatif terhadap industri. Dampak positifnya, tak ada lagi penerapan satu aturan untuk seluruh BPR.
"Artinya, ada keadilan di industri BPR. Kebijakan BI akan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing BPR. Sebab, BPR yang bermodal kecil memang tidak bisa mendapat perlakuan sama dengan BPR besar. Karena modal sangat berpengaruh terhadap kinerja BPR." katanya.
Sisi positif yang lain adalah memudahkan BI mengatur BPR yang kini berjumlah 1.897 buah itu. Selain itu, pengelompokan ini akan membuat ruang gerak BPR kecil menjadi lebih leluasa.
Tapi, pengelompokan BPR juga menimbulkan dampak negatif. Sebab pengelompokan ini bisa menimbulkan gambaran, bahwa BPR besar pasti lebih bagus kinerjanya karena modalnya lebih besar, sehingga masyarakat akan memilih untuk menempatkan dana mereka di BPR besar saja.
Karena itu dia meminta, sebelum mengambil kebijakan mengelompokkan BPR, sebaiknya BI melakukan sosialisasi kepada masyarakat maupun pengelola BPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News