kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

BI-Pemerintah Bahas Single Presence Policy


Rabu, 27 Januari 2010 / 09:57 WIB
BI-Pemerintah Bahas Single Presence Policy


Reporter: Andri Indradie, Ruisa Khoiriyah | Editor: Johana K.

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan segera bertemu Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar untuk membahas aturan BI tentang kepemilikan tunggal atau Single Presence Policy (SPP).

Mustafa menjelaskan, pertemuan ini terkait dengan permintaan pemerintah ke pada bank sentral agar menunda pelaksanaan aturan SPP terhadap bank-bank BUMN. Hingga kini, pemerintah belum bisa memutuskan akan memilih tiga opsi yang diberikan bank sentral atas aturan tersebut: merger, menjual kepemilikan saham, atau membuat induk usaha.

Rencananya, pertemuan ini akan dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. "Kami ingin duduk bersama membicarakan masalah SPP ini lebih lanjut," kata dia kepada KONTAN, Selasa (26/1).

Menjadi pemegang saham pengendali atas empat bank pemerintah, yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank BNI, dan Bank Tabungan Negara (BTN), pemerintah diwakili Kementrian BUMN memang harus memilih salah satu opsi yang ditawarkan BI, paling lambat akhir 2010 ini.

Aturan ini pula yang memaksa Temasek Holdings melepas saham Bank Internasional Indonesia (BII) ke Maybank, lantaran juga menjadi pemilik Bank Danamon. Begitu pula dengan Khazanah Berhad Malaysia yang akhirnya menggabungkan dua bank miliknya, Bank Lippo dengan Bank Niaga.

Butuh waktu

Deputi Bidang Usaha Perbankan dan Jasa Keuangan Kementrian BUMN Parikesit Soeprapto menambahkan, opsi terbaik bagi pemerintah adalah membentuk induk usaha atau holding. Merger akan menyebabkan pemerintah melanggar aturan tentang merger, akuisisi, dan konsolidasi. Maklum, opsi ini akan membuat aset bank-bank BUMN melar melebihi ketentuan tersebut, yakni mencapai lebih dari 36%. "Menjual saham sepertinya juga tidak mungkin," ujar dia.

Kalau pun pembentukan holding menjadi pilihan terbaik, ini juga mustahil selesai tahun ini. "Butuh waktu lama," ujar dia. Selain harus izin parlemen, pemerintah harus menyetor modal ke perusahaan yang menjadi induk usaha.

BI memilih diplomatis menghadapi persoalan ini. "Kami akan melihat dulu apa yang disampaikan oleh mereka," ujar Deputi Gubernur BI Muliaman Dharmansyah Hadad. Namun, Muliaman memastikan, sikap BI akan fleksibel dalam hal ini.

BI menilai pembentukan holding merupakan kebutuhan penting terkait pengaturan kompetisi dan efisiensi operasional bank pemerintah. "Holding bisa mencegah persaingan bank di segmen yang sama," ujar Muliaman.
Para bankir BUMN mengaku tak masalah dengan pilihan pemerintah. Mereka siap menjalankan amanat yang diputuskan stakeholder.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×