Reporter: Emma Ratna Fury, Nina Dwiantika | Editor: Roy Franedya
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mewajibkan perbankan meningkatkan kemampuannya dalam mengelola risiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana. Melalui Surat Edaran (SE) BI Nomor 15/28/DPNP, regulator perbankan ini tampaknya ingin meningkatkan kemampuan bank dalam menilai kualitas aset kredit.
Dalam beleid anyar yang mulai berlaku 1 Agustus lalu, menurut BI, bank harus melakukan beberapa penilaian kualitas aset. Pertama, surat berharga harus berkategori lancar adalah terbitan pemerintah pusat dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Kedua, bagi surat berharga yang tidak diperdagangkan di pasar, jika memiliki dua rating, yang digunakan ada rating terendah. Jika surat berharga yang dikempit bank memiliki tiga rating, maka rating yang digunakan rating terendah kedua. Contohnya, surat berharga memiliki peringkat AA, A+, BBB+, maka dalam menilai kualitas surat berharga tersebut yang digunakan peringkat A+.
Ketiga, jika dalam perjanjian kredit ada syarat tertentu yang bisa membatalkan penyaluran kredit, maka kredit tersebut harus digolongkan pada kredit uncommitted, sehingga bank harus membuat pencadangan umum dan khusus. Sebelumnya, kredit yang memiliki perjanjian masuk kredit committed dan bank hanya perlu melakukan pencadangan khusus.
Keempat, BI meningkatkan batas penyediaan dana perlakukan khusus untuk penerbitan jaminan atau pembukaanletter of credit yang sebelumnya Rp 1 miliar menjadi Rp 5 miliar. Kebijakan ini guna meningkatkan penyaluran kredit ke daerah tertentu.
strong>Restrukturisasi debitur
Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Joni Swastanto, mengatakan untuk meminimalkan potensi kerugian akibat debitur bermasalah, bank harus melakukan restrukturisasi kredit pada debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok atau bunga. Asalkan, si debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi. "Bank harus memiliki pedoman restukturisasi kredit, seperti melakukan analisa dan dokumentasi masalah debitur," ujarnya, pekan lalu.
Direktur Utama Bank Jabar-Banten, Bien Subientoro, mengatakan kebijakan ini bertujuan agar bank meningkatkan kualitas pengelolaan resiko. Di sisi lain, aturan ini akan menggerus modal, karena bank harus menambah pencadangan.
Jika modal rendah, ekspansi dan fungsi perbankan penyaluran kredit terbatas. Sehingga bank kehilangan kesempatan melakukan ekspansi kantor cabang dan peningkatan teknologi informasi. "Bank akan berlomba meningkatkan modal karena aktivitas bank sangat tergantung pada permodalan," tambah Bien.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Bank Tabungan Negara (BTN), Saut Pardede menyampaikan pihakya menyediakan Pencadagan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) senilai Rp 151 miliar per Juni 2013. Tujuannya, berjaga-jaga dari rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) net yang sudah 3,60%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News