Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Masyarakat belum boleh menyambut gembira kebijakan Bank Indonesia (BI) menurunkan bunga acuan BI rate. Kemarin, BI menurunkan BI rate 0,25% atau 25 basis point menjadi 9,25%.Persoalan belum selesai. Kini, mari kita mendesak para bankir agar mau menurunkan bunga kreditnya.
Seperti biasa, setiap kali bank sentral menurunkan bunga acuan, reaksi pertama para bankir adalah menurunkan bunga simpanan. Dengan cepat berbagai bank akan menurunkan bunga deposito maupun bunga tabungan,, Bunga kredit, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau modal kerja, ya nanti dulu.
Para bankir punya segudang alasan menunda penurunan bunga kredit. Wakil Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmaja, misalnya, menegaskan bahwa penurunan BI rate 0,25% tak cukup bagi bank untuk mengubah bunga kredit. "Itu belum signifikan," kata Jahja.
Demikian pula dengan Direktur Utama Bank NISP Pramukti Surjaudaja. Ia melihat penurunan BI rate ini cuma bersifat psikologis. "Semoga saja efek psikologis ini bisa diikuti dengan efek nyata," ujarnya. Tetapi ia tidak yakin bahwa bank akan langsung mengurangi bunga kredit. Alasannya sungguh klasik, bank masih perlu waktu untuk melakukan penyesuaian.
Bagi Direktur Treasury dan Internasional PT BNI Tbk Bien Soebiantoro, BI rate turun berarti acuan bagi bunga simpanan juga ikut turun. Karenanya bank akan segera menurunkan suku bunga simpanan sehingga biaya bank turun. Setelah biaya dana turun, "Selanjutnya pasti akan bunga kredit turun," kata Bien.
Ini sebetulnya memprihatinkan. Tengok saja selisih rata-rata bunga deposito dan bunga kredit yang mencapai 5,28%. Net interest margin (NIM) sebesar ini adalah salah satu yang tertinggi di dunia. Perbankan kita mana mau peduli soal ekonomi bergulir atau tidak. Yang penting, ya untung sendiri dulu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News