Reporter: Nina Dwiantika |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memang belum menindak tegas Citibank Indonesia soal tewasnya seorang nasabah di tangan debt collector. Tapi kini, reputasi bank asal Amerika Serikat (AS) ini di ujung tanduk.
"Belum diberikan sanksi administratif saja, Citibank Indonesia sudah damage reputation," tandas Difi Ahmad Johansyah, Kepala Biro Humas BI, Senin (4/4).
Memang, kasus ini merupakan buntut kasus lama. Irzen Octa yang merupakan Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) sudah termasuk dalam daftar debitur yang kreditnya macet sejak tahun 2008, sehingga jumlah utangnya membengkak hingga dua kali lipat. Sebagai kreditur, Citibank berkilah sudah melakukan penagihan, namun hal tersebut tak membuahkan hasil manis.
Sebagai wasit perbankan, BI pun menyangkal jika dinilai gagal dalam menjaga perlindungan nasabah. Pasalnya, di bidang pengawasan, bank sentral sudah menjalankan prosedur sesuai dengan laporan perbankan.
Sejak tahun 2000, bank sentral mengimbau perbankan untuk membentuk komite audit. "Di perbankan itu ada Direktur Kepatuhan yang bertugas membina internal SDM perbankan," ujarnya.
Difi mencontohkan, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mampu menjaga internal control perbankan karena BBNI berhasil menggagalkan upaya pembobolan bank sebesar Rp 4 miliar oleh pihak internal control bank berlogo 46 ini.
Informasi saja, aturan soal debt collector melalui jasa pihak ketiga tertera pada Peraturan Bank Indonesia No.11/11/PBI/2009 Pasal 17 poin 5 yang berbunyi penerbit kartu kredit wajib menjamin bahwa penagihan atas transaksi kartu kredit, baik yang dilakukan oleh penerbit kartu kredit sendiri atau menggunakan jasa pihak lain, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dengan surat edaran Bank Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News