Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Bank konvensional masih bisa bernafas lega. Pasalnya, Bank Indonesia (BI) belum akan mewajibkan bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS) melakukan pemisahan atau spin off dalam waktu dekat. Bank sentral memilih untuk menunggu kesiapan industri agar spin off tidak prematur.
Kekhawatiran yang muncul adalah bank umum syariah (BUS) belum siap berdiri sendiri dan kalah bersaing dengan bank konvensional. "BI tidak maksa-maksa bank untuk melakukan spin off segera. Kalau soal spin off itu kan tergantung kondisi masing-masing bank," kata Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI Mulya Siregar, akhir pekan lalu.
Saat ini BI meminta bank konvensional yang memiliki UUS untuk membuat rencana atawa roadmap kesiapan bank untuk spin off. "Untuk siap itu perlu rencana. Kami lihat asetnya berapa, kami minta bank menyerahkan kapan, berapa tahun lagi dia siap spin off," ujarnya.
BI akan menelaah roadmap tersebut dan melihat permasalahan bank dalam melakukan spin off. BI juga tidak segan merevisi aturan untuk mempermudah spin off.
Padahal, sesuai amanah Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank konvensional wajib memisah UUS menjadi BUS paling lambat 15 tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut atau bila nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total nilai aset bank induknya.
Statistik Perbankan Syariah menunjukkan total aset perbankan syariah yang muncul mulai dua puluh tahun lalu melesat, dari Rp 20,88 triliun pada 2005 menjadi Rp 97,51 triliun pada akhir 2010. Per Mei 2011, aset perbankan syariah mencapai Rp 106 triliun.
Masih kalah bersaing
Asosiasi bank-bank syariah Indonesia (Asbisindo) menilai banyak UUS yang dipisah menjadi BUS mengalami prematur atau belum siap. Ketua Asbisindo Riawan Amin mengatakan hal ini membuat daya saing bank syariah kurang bila dibanding dengan bank konvensional.
"Kalau sebuah UUS milik bank pemerintah mendapat peringkat tinggi, itu sebenarnya hanya karena nama induknya yang memang milik negara. Namun kenyataannya, modalnya tidak ada seperdualima dari induknya dan dia bukan lagi milik bank pemerintah," tutur Riawan.
Menurut dia, daya saing bank syariah masih kurang lantaran suku bunga kreditnya masih tinggi. Selain itu, tingkat inefisiensi bank syariah juga masih besar sehingga sulit bersaing di level mikro. Riawan berpendapat, perlu dibuat cetak biru perbankan syariah. Industri perbankan syariah juga harus diberikan kompensasi agar bisa bersaing dengan bank umum.
Lain lagi pendapat Direktur Utama BNI Syariah Rizqullah. Menurutnya, dengan menjadi BUS, industri bisa lebih leluasa mengambil keputusan sehingga bisnisnya makin moncer. "Hemat saya, sekarang sudah jauh lebih baik. Bagaimana bank syariah ingin bisa memanfaatkan peluang bisnis dan masyarakat yang juga komunitas muslim," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News