Reporter: Nadya Zahira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otorita Jasa Keuangan (OJK) mencatat, Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) perusahaan pembiayaan per Mei 2024 capai 78,9%, naik dari Desember 2023, yang sebesar 76,89%.
Chief Financial Officer BNI Multifinance Legendariah Rasuanto mengatakan kenaikan BOPO ini salah satunya karena naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
"Jadi kenaikan BOPO industri multifinance di Semester 1-2024 secara umum didorong oleh kenaikan beban bunga dan beban pencadangan akibat suku bunga BI naik," kata Legendariah saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (15/8).
Sementara itu, Legendariah menuturkan, sesuai dengan rencana bisnis tahunan 2024, BNI Finance hingga semester I-2024 membuka 20 outlet baru, sehingga turut menambah beban operasional perusahaan.
Baca Juga: BI Rate Naik, Rasio Biaya Operasional (BOPO) Multifinance Ikut Meningkat
Oleh karena itu, dia memprediksi, dalam jangka pendek ini BOPO BNI Finance cenderung akan meningkat, namun setelah cabang baru tersebut beroperasi penuh dan dapat menghasilkan pendapatan, maka BOPO akan terkendali dan berangsur turun.
Legendariah bilang, dalam kondisi penjualan mobil baru yang turun sejak semester I-2024 hingga saat ini, membuat persaingan di industri cukup ketat sehingga perusahaan pembiayaan atau multifinance berupaya menahan kenaikan selling rate. Dengan begitu, berdampak pada tertekannya margin bersih.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, selain kenaikan suku bunga acuan yang membuat BOPO naik, kondisi Non Performing Financing (NPF) atau kredit bermasalah yang meningkat pada perusahaan pembiayaan juga menjadi sentimennya.
Suwandi mengatakan, salah satu penyebab kinerja perusahaan pembiayaan menurun dan NPF meningkat karena daya beli masyarakat yang menurun dan tabungan dari kalangan menengah ke bawah juga minim.
Untuk diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut NFP industri multifinance sebesar 2,77% pada Mei 2024. Angka tersebut turun dibandingkan NPF ada April yaitu 2,82%.
"Kondisi NFP saat ini membuat perusahaan pembiayaan harus melakukan pencadangan, jadi BOPO mengalami kenaikan," kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8).
Kendati begitu, Suwandi memprediksi kondisi BOPO akan kembali stabil atau bahkan mengalami penurunan selama perusahaan pembiayaan bisa lebih konservatif sehingga kualitas asetnya menjadi lebih baik.
Baca Juga: Berikut 10 Bank yang Operasional Paling Efisien di Semester I, BCA Diposisi Teratas
Di sisi lain, Suwandi mengatakan bahwa masih terdapat sejumlah faktor yang bisa memengaruhi pertumbuhan perusahaan pembiayaan atau multifinance pada 2024.
Dia menuturkan, industri sempat merasakan pertumbuhan yang signifikan pada 2023 sampai 15%. Namun, Suwandi menyebut sebenarnya perusahaan pembiayaan sudah bisa merasakan perlambatan pertumbuhan pada 2024 saat kuartal IV-2023.
"Tentunya disebabkan berbagai macam alasan. Mungkin karena adanya pemilu pada awal 2024. Setelah pemilu, kami beralasan lagi, yaitu adanya pilkada akhir tahun," ungkapnya.
Mengenai prospek ke depannya, Suwandi menerangkan industri pembiayaan harus tetap optimistis bisa meraih pertumbuhan dobel digit. Dia menilai perlambatan pertumbuhan hanya momen yang sesaat dan perusahaan pembiayaan diyakini akan tetap mendapatkan potensi debitur yang lebih berkualitas ke depannya.
"Kami bisa tetap bertumbuh di sekitar 9%-10% dan berharap 12%. Saya yakin perusahaan pembiayaan akan tetap tumbuh, termasuk dalam pemerintahan yang baru," ujarnya.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan pembiayaan kendaraan masih memiliki peluang tumbuh di kisaran 9%–11% sampai akhir 2024.
Adapun OJK mencatat piutang pembiayaan perusahaan multifinance sebesar Rp 490,69 triliun pada Mei 2024. Nilai piutang pembiayaan pada Mei 2024 tumbuh 11,21% Year on Year (YoY).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News