Reporter: Ruisa Khoiriyah, Roy Franedya | Editor: Johana K.
Jakarta. Setelah tahun lalu merugi, akhir Bank Internasional Indonesia (BII) berhasil mencatat pertumbuhan laba sebesar Rp 208 miliar di kuartal I 2010. Nilai ini naik 46% dari posisi akhir tahun lalu yang sebesar Rp 142 miliar. Sedangkan bila dibandingkan dengan Maret 2009, kenaikannya lebih tinggi lagi, mengingat tahun lalu BII hanya mencetak laba sebesar Rp 4 miliar.
Kenaikan laba tersebut banyak disumbang oleh kenaikan pendapatan operasional bank (setelah provisi) yang naik menjadi Rp 275 miliar. Maret 2009 nilai pendapatan operasional masih sebesar Rp 13 miliar. Laba BII juga disumbang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 6%. "Nett interest margin atau margin bunga bersih kami naik menjadi 5,98%," kata Presiden Direktur BII Ridha Wirakusumah di Jakarta, Senin (26/4).
Pendapatan berbasis fee alias fee based income juga naik 17%. Ditambah kenaikan cost to income ratio yang menunjukkan tingkat efisiensi bank rasionya turun menjadi 63,93%.
Ridha menuturkan, fokus BII saat ini sudah menapak pada keberlanjutan proses konsolidasi bisnis yang telah dirintis sejak tahun lalu. "Semua segmen bisnis telah menunjukkan perbaikan signifikan. Ini membuktikan bahwa kami berada pada jalur yang tepat dan sejalan dengan visi kami," ujar Ridha.
Untuk pertumbuhan kredit, sampai kuartal 1 2010, portofolio kredit BII mencapai Rp 40,3 triliun atau tumbuh 8%. "Sumbangan terbesar adalah dari kredit konsumer yang naik 21% dan kredit sektor UKM dan komersial bertumbuh 14%," jelasnya.
Adapun untuk segmen kredit korporasi, Ridha mengakui, memang sedikit ada pelemahan. Ada beberapa sebab, di antaranya adalah terkait persaingan dengan tawaran pembiayaan dari perusahaan keuangan non-bank seperti sekuritas. "Perusahaan sekuritas mulai menyediakan alternatif pembiayaan untuk korporasi seperti penerbitan obligasi (bond), maka itu nilainya sedikit turun," jelas Ridha.
Lalu, secara siklus, kata Ridha, kredit korporasi tidak bisa cepat bertumbuh. Namun, BII menegaskan akan tetap fokus mendorong pertumbuhan ketiga segmen kredit tersebut. "Korporasi memang butuh waktu tumbuh ditambah banyak saingan alternatif pembiayaan," imbuhnya.
Nah, pada kuartal pertama tahun ini BII berhasil menekan non performing loan (NPL) net dari 2,61% menjadi 1,97%. Penurunan ini disebabkan membaiknya kualitas aset BII. "Pada tahun ini kami memang fokus pada pemberesan kredit-kredit yang bermasalah termasuk pemberesan dari kredit macet 6 debitur dimana kami melakukan pencadangan secara penuh dan pemberesan ini sudah membuat kami nyaman dalam penyaluran kredit," terang Thila Nadason Managing Director Finance. Nilai provisinya Rp 539 miliar dengan total pinjaman sebesar US$ 112 juta. Kredit ini terdiri atas bilateral loan dan ada juga kredit sindikasi.
Yang menarik, pada kuartal pertama tahun ini, BII memiliki provisi (pencadangan) sebesar 84,86%. Padahal bank lain sudah mencapai 100%. Thila menerangkan provisi tersebut disebabkan penerapan PSAK 50 dan 55 provisi yang sebelumnya bisa ditambahkan sekarang menjadi sulit. "Aturan provisi sekarang tergantung pada kualitas kredit dan behavior para debitur, kalau behavior baik maka provisi bisa turun," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News