kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisa paksa konsolidasi LJK, apa pertimbangan yang dipakai OJK?


Rabu, 01 April 2020 / 14:44 WIB
Bisa paksa konsolidasi LJK, apa pertimbangan yang dipakai OJK?
ILUSTRASI. Petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beraktivitas di ruang layanan Konsumen, Kantor OJK, Jakarta, Senin (23/10). OJK dapat perluasan kewenangan untuk dapat memaksa konsolidasi lembaga jasa keuangan (LJK). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww/17.


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat perluasan kewenangan untuk dapat memaksa konsolidasi lembaga jasa keuangan (LJK). Ketentuan ini tertuang dalam Perppu 1/2020 tentang yang baru saja terbit Selasa (31/3) malam malam.

Beleid tersebut mengatur soal Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Baca Juga: Anggaran perlindungan sosial untuk hadapi corona capai Rp 110 triliun, ini rinciannya

Dalam pasal 23 ayat (1) huruf a beleid tersebut, OJK dinyatakan dapat memberikan perintah tertulis kepada LJK untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi, dan/atau konversi.

Sayangnya, tak ada penjelasan mengenai apa yang bisa menjadi dasar bagi OJK untuk menentukan sebuah LJK mesti melakukan konsolidasi. 

Sementara, sejumlah sanksi pidana dan denda justru sudah ditentukan bagi perorangan, maupun LJK yang tak menaati ketentuan ini.

Pada pasal Pasal 26 ayat (1), dan ayat (2) Perppu 1/2020, ada sejumlah sanksi pidana yang bisa dikenakan bagi setiap orang yang sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, tidak melaksanakan atau menghambat ketentuan tersebut.

Baca Juga: LPS buka opsi penjaminan dana yang dikelola dana pensiun dan jaminan tenaga kerja

“Pidana penjara paling singkat 4 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 10 miliar atau pidana penjara paling lama 12 tahun, dan pidana denda paling banyak Rp 300 miliar. Ayat (2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 1 triliun, “ tulis beleid tersebut.

Lebih lanjut OJK, termasuk anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) lainnya yaitu Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) punya kekebalan hukum baik secara lembaga maupun perorangan dalam menjalankan kebijakan Perppu 1/2020 ini.

Sebab dalam, pasal 27 ayat (1) menjamin pelaksanaan kebijakan tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata. Pun segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan beleid ini tak bisa menjadi objek gugatan yang diajukan pada peradilan tata usaha negara.

Baca Juga: Antisipasi krisis, Perppu berikan enam kewenangan ini ke Bank Indonesia

Terkait hal tersebut, Deputi Komisioner Humas & Logistik OJK Anto Prabowo bilang, sebagaimana diamanatkan Perppu tersebut, saat ini OJK akan menyusun peraturan teknis lanjutan berupa Peraturan OJK (POJK).

“Kami masih menindaklanjuti Perppu tersebut. Sehingga tolong bersabar,” katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (1/4).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×