kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.923.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.344   -87,00   -0,53%
  • IDX 7.184   41,90   0,59%
  • KOMPAS100 1.047   6,47   0,62%
  • LQ45 817   4,40   0,54%
  • ISSI 225   1,64   0,73%
  • IDX30 427   3,19   0,75%
  • IDXHIDIV20 507   3,29   0,65%
  • IDX80 118   0,80   0,68%
  • IDXV30 120   1,05   0,88%
  • IDXQ30 140   0,77   0,55%

Bisnis employee benefit mulai ditinggalkan


Selasa, 22 Mei 2012 / 08:27 WIB
Bisnis employee benefit mulai ditinggalkan
ILUSTRASI. Mentimun


Reporter: Adi Wikanto, Dani Prasetya | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Sejumlah perusahaan asuransi mulai meninggalkan bisnis kesejahteraan karyawan alias employee benefit. Penyebabnya, persaingan di salah satu sektor bisnis asuransi jiwa ini sangat ketat. Ini pula yang menyebabkan perusahaan asuransi membanting harga, sehingga cenderung merugikan.

Commonwealth Life merupakan salah satu perusahaan asuransi jiwa yang menghentikan penjualan produk employee benefit mulai tahun ini. Penghentian ini terutama untuk produk health benefit atau asuransi kesehatan bagi karyawan perusahaan.

Sementara, produk asuransi jiwa bagi nasabah korporasi tetap berjalan. "Dua sampai tiga tahun ke depan, baru akan kami lihat dulu, apakah perlu masuk lagi ke bisnis ini atau tidak," kata Simon Bennet, Presiden Direktur Commonwealth Life, pekan lalu.

Agus Setiawan, Direktur Teknik Commonwealth Life, menambahkan, kompetisi yang ketat di bisnis employee benefit menuju ke arah tidak sehat. Persaingan premi menyebabkan keuntungan bagi perusahaan semakin tipis, bahkan cenderung merugikan karena beban klaim lebih besar dari pendapatan premi. "Kompetisi sudah tidak rasional," papar Agus.

Menurut Agus, penghentian bisnis ini tidak mempengaruhi kinerja perusahaan. Soalnya, kontribusi premi group health terhadap total pendapatan premi cukup kecil. Mereka masih bisa menggenjot premi dari nasabah ritel.

Commonwealth Life memiliki nasabah korporasi sebanyak 400-an perusahaan hingga akhir tahun 2011. Itu berisi sekitar 300.000 orang. Jumlah ini lebihi besar dibandingkan nasabah ritel sebanyak 116.000 peserta.

"Tapi kontribusi group health terhadap premi hanya 5%," terang Agus. Hingga tahun lalu, Commonwealth Life mengantongi pendapatan premi Rp 1,2 triliun, relatif stagnan dibanding tahun 2011.

Patokan premi

Langkah yang hampir sama juga berlangsung di PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life). Perusahaan ini tidak serta-merta menghentikan penjualan layanan employee benefit, tapi mulai menganaktirikan bisnis tersebut.

Manajemen memilih mengutamakan penjualan ke sektor ritel. "Karena, kontribusi pasar ritel masih kecil terhadap total premi," kata Yanes Y. Matulatuwa, Director of Risk Management & Corporate Actuary WanaArtha Life. Hingga kuartal I 2012, perusahaan ini mengantongi pendapatan premi Rp 668 miliar.

Kompetisi yang tidak sehat karena di industri ini belum terdapat pedoman tarif untuk penentuan premi. "Tanpa pedoman tarif, perusahaan berani memasang premi rendah demi mendapatkan nasabah employee benefit," kata Agus.

Oleh karena itu, Agus berharap, Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) segera membuat pedoman tarif. Pedoman ini bisa saja meniru yang sudah ada, salah satunya di asuransi kendaraan bermotor.

Agus yakin, adanya pedoman tarif bisa menciptakan iklim persaingan bisnis yang sehat. Ini juga demi memperkecil risiko bagi perusahaan asuransi, soalnya perusahaan bisa rugi karena klaim yang lebih besar dari premi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×