Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan transaksi e-commerce telah mendorong pertumbuhan pesat bisnis kartu kredit digital dan paylater. Inovasi-inovasi dan kolaborasi terus ditingkatkan perbankan untuk meraih untung dari potensi bisnis tersebut.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan transaksi e-commerce tahun depan akan mencapai Rp 530 triliun. Itu meningkat 31,4% dari perkiraan total transaksi pada 2021 sebesar Rp 403 triliun.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) misalnya baru-baru ini telah menjalin kerjasama dengan PT Visionet Internasional (OVO) meluncurkan kartu kredit OVO U Card segmen milenial.Aestika Oryza Gunarto Sekretaris Perusahaan BRI menjelaskan, OVO U Card merupakan layanan kartu kredit yang disediakan oleh BRI dan dapat diakses melalui aplikasi OVO.
"Pengguna OVO yang juga merupakan target pasar potensial pemasaran kartu kredit akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan layanan kartu kredit dengan mudah dan dapat digunakan untuk transaksi di dalam negeri maupun di luar negeri diseluruh jaringan Mastercard," kata Aestika pada KONTAN, Rabu (8/12).
Baca Juga: Fokus di segmen rendah risiko, BNI ramal KPR bisa tumbuh hingga 10% pada tahun depan
BRI optimistis transaksi kartu kredit di e-commerce masih akan tumbuh positif di tahun-tahun mendatang. Pasalnya, pandemi yang telah mendorong perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih digital. Adapun kartu kredit OVO U Card ditargetkan bisa mencapai satu juta hingga setahun ke depan.
Aestika menambahkan, kerja sama kartu kredit co-branding ini membuktikan bahwa perbankan dapat berkolaborasi dengan fintech untuk meningkatkan akses layanan masyarakat terhadap layanan keuangan dengan memanfaatkan keunggulan teknologi digital.
Sementara sebelumnya, BRI telah menghadirkan layanan paylater dengan menggandeng Traveloka. Hingga akhir September 2021, Traveloka Paylater tersebut sudah menyalurkan kredit lebih dari Rp 400 miliar atau tumbuh 109% secara year on year (YoY).
Adapun PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) telah menghadirkan layanan paylater dengan menggandeng Traveloka dan Shoppe. Pemimpin Divisi Manajemen Produk Konsumer BNI Teddy Wishadi mengatakan, transaksi paylater ini mengalami peningkatan signifikan. "Sejak Januari-November 2021, total penyaluran paylater sudah di atas Rp 700 miliar. Total baki debet lebih dari separuhnya," ungkap Teddy.
BNI melihat prospek transaksi e-commerce akan semakin besar. Teddy bilang, paylater akan menjadi salah satu transaksi utama pengguna e-commerce dan online travel agent dimana bank memiliki kesempatan sebagai lender dengan skema tertentu.
Baca Juga: CIMB Niaga proyeksikan kredit pemilikan rumah (KPR) tumbuh hingga 10% di 2022
Ke depan, bank pelat merah ini masih akan terus memperluas kolaborasi dengan mitra fintech dan paylater di bisnis ini, Fokus perseroan adalah membidik para pemain utama di segmennya untuk dapat menghasilkan portofolio kredit yang besar dan berkualitas.
Sementara PT Bank Mandiri Tbk yang semula berencana meluncurkan layanan paylater pada akhir tahun ini dipastikan akan mundur ke tahun depan. "Belum bisa tahun ini karena kami masih fokus ke tes sistem dan penyiapan perizinan ke regulator," ujar SVP Micro & Personal Loan Bank Mandiri Nurkholis M.Wahyudi.
Potensi pasar pertama yang dilihat Bank Mandiri untuk layanan paylater ini adalah nasabah eksisting atau yang sudah punya rekening di Bank Mandiri. Limit awal yang akan ditawarkan sampai dengan Rp 5 juta.
Nurkholis bilang, Mandiri Paylater tidak akan tumpang tindih dengan bisnis kartu kredit perusahaan karena ada di dua segmen yang berbeda. Jika kartu kredit menyasar segmen medium income, paylater akan masuk ke segmen berpenghasilan UMR.
"Paylater tidak akan terlalu memberikan kontribusi ke baki debet kredit karena tenor-nya singkat. Sehingga secara volume pertumbuhan Kredit Serbaguna ke depan masih tetap dari kredit konsumtif secara umum," pungkasnya.
Peta pasar kartu kredit setelah Citibank keluar
Citi Group dikabarkan telah memilih UOB sebagai pembeli aset ritel Citibank Indonesia. Sumber Blooomberg yang mengetahui hal tersebut mengatakan, nilai penjualan aset tersebut bisa mencapai beberapa ratus juta dollar.
Penjualan bisnis ritel tersebut akan mengubah posisi bank di dalam peta pangsa pasar kartu kredit. Direktur Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta mengatakan, jika benar UOB yang akan jadi pembeli aset Citibank tersebut maka posisinya diperkirakan akan naik ke urutan 5 atau 6 dari sisi pangsa pasar.
"Citibank itu adalah salah satu pemain yang baik di bisnis kartu kredit di Indonesia. Dari 25 penerbit, dia ada di urutan 5-7 sebagai pemain paling besar. UOB juga masuk 10 besar. Sehingga kalau misalnya bank ini yang terpilih maka posisinya saya perkiraan bisalah di urutan 5 atau 6," kata Steve pada KONTAN, Rabu (8/12).
Steve menjelaskan, siapapun yang membeli aset kartu kredit Citibank itu penambahan nasabahnya buka 100%. Sebab, nasabah kartu kredit bank tersebut saat ini kemungkinan juga merupakan nasabah kartu kredit Citibank karena rasio pemegang kartu di Indonesia saat ini sekitar 1:2,5. artinya satu orang bisa memiliki dua atau lebih kartu kredit.
Namun, pangsa pasar bank itu ke depan menurut Steve akan tergantung pada strateginya dalam menjalankan bisnis kartu kreditnya. Kemungkinan nasabah mau jadi nasabah Citibank karena cocok dengan strateginya.
Jika sudah menjadi bagian dari UOB misalnya, nasabah tersebut belum tentu cocok dengan strateginya. "Jadi PR bank yang membeli nanti adalah bagaimana untuk menjaga nasabah tersebut," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News