Reporter: Dina Farisah | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) sedang menekan ketidaksesuaian (mismatch) antara iuran dengan pelayanan kesehatan. Targetnya, selisih iuran dan klaim semula diprediksi mencapai Rp 6 triliun tahun ini, akan ditekan menjadi sekitar Rp 1,5 triliun.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, pemasukan BPJS Kesehatan terdiri dua komponen, yaitu iuran peserta dan bujet pemerintah lewat Kementerian Keuangan. Kalau pemasukan hanya dari iuran, missmatch cukup besar.
Jurang selisih iuran dan klaim itu dapat ditekan lantaran suntikan dana dari Kementerian Keuangan, plus hasil investasi BPJS Kesehatan dan dana talangan dari aset BPJS Kesehatan. "Pemasukan BPJS kalau hanya dari iuran, tidak ada kesesuaian. Pemerintah selalu berkomitmen menyuntikkan dana tambahan," jelas Fahmi, akhir pekan lalu.
Irfan Humaidi, Kepala Departemen Komunikasi dan Humas BPJS Kesehatan menuturkan, iuran peserta yang masuk per September 2015 Rp 39,1 triliun. Sementara nilai klaim pelayanan kesehatan pada periode sama mencapai Rp 41 triliun.
BPJS memperkirakan mismatch di akhir tahun ini berkisar Rp 1,5 triliun. Tahun lalu, mismatch tercatat sebesar Rp 3,3 triliun. Alhasil, total akumulasi mismatch pada dua tahun terakhir ini mencapai sekitar Rp 4,8 triliun.
BPJS optimistis bisa menekan selisih tersebut, termasuk dari hasil investasi. "Hasil investasi kami Rp 1 triliun. Selain itu, mismatch juga ditekan melalui dana talangan maksimal 10% dari aset BPJS," ujar Irfan.
Irfan menyatakan, saat ini aset BPJS sebesar Rp 11 triliun. Artinya, maksimal dana talangan dari aset tersebut sebesar Rp 1,1 triliun.
Namun ketentuan ini akan diubah agar maksimal dana talangan bisa mencapai 25% dari aset BPJS. Berdasarkan informasi yang diterima BPJS, ketentuan baru ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Adapun salinan dan nomor peraturan ini masih diproses di Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia.
Apabila peraturan pemerintah ini telah diteken dan terbit maka maksimal dana talangan yang dapat diberikan BPJS naik menjadi Rp 2,75 triliun. Irfan mengatakan, besaran dana talangan ini sesuai dengan kebutuhan. Jika membutuhkan likuiditas, BPJS bisa menalangi lebih dulu dengan menggunakan dananya.
Selain persoalan mismatch, BPJS Kesehatan juga masih menghadapi kendala berupa tunggakan iuran oleh pemerintah daerah (pemda). Irfan menyebutkan, ada dua pemda yang telah menunggak iuran sejak lama. Kedua daerah itu adalah Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Pohuwato di Gorontalo.
Ia tidak ingat besaran tunggakan kedua pemda ini. Namun total tunggakan iuran pemda tersebut mencapai puluhan miliar rupiah.
Alasan pemda menunggak iuran karena kebijakan politik Bupati. Sebelumnya, iuran BPJS ini telah dianggarkan di anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Namun pemda tidak mau menganggarkan lagi.
Padahal dalam ketentuannya, pemda harus menganggarkan dalam APBD. Porsi iuran pemda sebagai pemberi kerja sebesar 3% dari gaji PNS. Sementara iuran PNS sebesar 2% dari gaji. "Tunggakan ini menjadi aset kontijensi. Kalau tunggakan ini tertagih maka akan menjadi aset tambahan. Kalau tidak tertagih, tidak menjadi beban bagi BPJS," ujar Irfan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News