Reporter: Ferrika Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari
Rencananya, pekan depan Kementerian BUMN akan kembali memanggil Direksi Asabri untuk meminta penjelasan lebih detil. Namun Arya tidak bisa memastikan kapan pertemuan tersebut akan direalisasikan.
“Mereka baru datang Jumat sore, Sabtu-Minggu kami libur. Kami juga belum bahas secara internal [pertemuan lanjutan], jadi tidak bisa langsung dipanggil,” tegas dia.
Sementara Sekretaris Perusahaan Asabri, Meirizal C belum bersedia memberikan penjelasan soal portofolio investasi yang dilakukan Asabri. “Saya cari dulu siapa yang pas buat menjawab. Begitu ada perkembangan nanti saya kabari,” kata dia.
Namun November 2019, Asabri mengklaim kinerja perusahaan masih berjalan normal dan optimistis kinerja meningkat di 2020. Djoko Rochmadu, yang kala itu menjabat sebagai Sekretaris Perusahaan menyatakan, tahun 2020 Asabri menargetkan hasil investasi tumbuh satu digit karena pertimbangan kondisi pasar.
“Asabri tidak berani menargetkan pertumbuhan dua digit,” kata Djoko.
Baca Juga: Mahfud MD sebut ada korupsi di Asabri, ini kata KPK
Untuk mencapai target tersebut, perusahaan cenderung konservatif memilih instrumen investasi. Perusahaan asuransi sosial tersebut masih mengandalkan investasi di Surat Berharga Negara (SBN) yang porsinya lebih dari 30% dari total investasi perusahaan. Menyusul investasi di saham sekitar 10%, sisanya ke reksadana dan instrumen lain.
Mengutip laporan keuangan 2017, Asabri mencatatkan nilai kewajiban Rp 43,61 triliun naik 201% secara tahunan. Menurut Djoko, kenaikan kewajiban meningkat setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 102 Tahun 2015 pasal 18 yang menyebutkan santunan risiko kematian bagi ke ahli waris peserta yang gugur naik dari Rp 100 juta menjadi Rp 400 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News