Reporter: Ferrika Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum habis kasus yang mendera Asuransi Jiwasraya, ternyata kasus serupa juga terjadi di perusahaan asuransi lain. Awal tahun ini, publik dihebohkan oleh masalah investasi Asabri yang membuat kondisi keuangan perusahaan tersendat.
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi mengatakan, pihaknya telah melakukan audit ke Asabri pada 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2016 tersebut telah disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dari audit tersebut ditemukan, Asabri tidak melakukan pengelolaan investasi secara efektif dan efisien pada penempatan instrumen saham dan reksadana. Oleh karena itu, BPK meminta perusahaan memperhatikan atau mengganti ke instrumen saham dan reksadana yang lebih baik serta likuid.
Baca Juga: Dikabarkan portofolio sahamnya rontok, begini tanggapan Asabri
Untungnya masalah investasi itu tidak merembet ke kas perusahaan. Achsanul menegaskan, kondisi likuditas Asabri masih aman karena tertolong premi yang dikumpulkan dari TNI dan Polri sebesar Rp 1 triliun per tahun.
“Premi itu dilakukan secara rutin yang dipotong dari gaji mereka, jika di rata-rata per bulan Rp 100 miliar atau sekitar Rp 1 triliun per tahun,” terang Achsanul kepada Kontan.co.id, Minggu (12/1).
Kementerian BUMN pun langsung bertindak cepat. Jumat (10/1), Menteri BUMN Erick Thohir langsung memanggil Direktur Keuangan dan Investasi Asabri Rony Hanityo Apriyanto untuk dimintai penjelasan terkait kondisi perusahaan saat ini.
Baca Juga: Mahfud MD: Isu korupsi di Asabri tidak kalah fantastis dengan Jiwasraya
Staf Khusus Menyeri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan, pertemuan itu untuk membahas bagaimana kondisi sebenarnya Asabri dari sisi aset, keuangan dan situasi di perusahaan. Dari pertemuan itu ia menegaskan bahwa kondisi asuransi pelat merah itu masih berjalan normal secara operasional.
Rencananya, pekan depan Kementerian BUMN akan kembali memanggil Direksi Asabri untuk meminta penjelasan lebih detil. Namun Arya tidak bisa memastikan kapan pertemuan tersebut akan direalisasikan.
“Mereka baru datang Jumat sore, Sabtu-Minggu kami libur. Kami juga belum bahas secara internal [pertemuan lanjutan], jadi tidak bisa langsung dipanggil,” tegas dia.
Sementara Sekretaris Perusahaan Asabri, Meirizal C belum bersedia memberikan penjelasan soal portofolio investasi yang dilakukan Asabri. “Saya cari dulu siapa yang pas buat menjawab. Begitu ada perkembangan nanti saya kabari,” kata dia.
Namun November 2019, Asabri mengklaim kinerja perusahaan masih berjalan normal dan optimistis kinerja meningkat di 2020. Djoko Rochmadu, yang kala itu menjabat sebagai Sekretaris Perusahaan menyatakan, tahun 2020 Asabri menargetkan hasil investasi tumbuh satu digit karena pertimbangan kondisi pasar.
“Asabri tidak berani menargetkan pertumbuhan dua digit,” kata Djoko.
Baca Juga: Mahfud MD sebut ada korupsi di Asabri, ini kata KPK
Untuk mencapai target tersebut, perusahaan cenderung konservatif memilih instrumen investasi. Perusahaan asuransi sosial tersebut masih mengandalkan investasi di Surat Berharga Negara (SBN) yang porsinya lebih dari 30% dari total investasi perusahaan. Menyusul investasi di saham sekitar 10%, sisanya ke reksadana dan instrumen lain.
Mengutip laporan keuangan 2017, Asabri mencatatkan nilai kewajiban Rp 43,61 triliun naik 201% secara tahunan. Menurut Djoko, kenaikan kewajiban meningkat setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 102 Tahun 2015 pasal 18 yang menyebutkan santunan risiko kematian bagi ke ahli waris peserta yang gugur naik dari Rp 100 juta menjadi Rp 400 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News